Bab 3, 4, 5. Inflasi dan Perubahan Harga; Menghadapi Ketidakpastian; Analisis Penggantian


Bab 3. Inflasi dan Perubahan Harga
3.1       Terminologi dan Konsep-Konsep Dasar
A. Inflasi merupakan kecenderungan naiknya harga barang-barang secara umum dan terjadi secara terus menerus. Kenaikan harga satu atau beberapa barang tidak dapat dikatakan bahwa terjadi inflasi. Selain itu, apabila kenaikan harga barang terjadi secara temporer, maka hal itu tidak dapat dikatakan sebagai inflasi.

B. Jenis-Jenis Inflasi
Berdasarkan tingkat keparahannya:
·         Inflasi Ringan, yaitu tingkat inflasi sampai dengan 10% atau 20% setahun.
·         Inflasi Sedang, yaitu antara 10% s/d 30% setahun.
·         Inflasi Berat, yaitu antara 30% s/d 100% setahun.
·         Hiper Inflasi, yaitu di atas 100% setahun.
Berdasarkan sebab terjadinya:
·         Kenaikan permintaan melebihi penawaran atau di atas kemampuan berproduksi (Demand Pull Inflation).
·         Kenaikan biaya produksi (Cost Push Inflation).
Berdasarkan sumber terjadinya:
·         Inflasi dari dalam negeri (domestic inflation).
Misalnya pemerintah mengalami defisit anggaran belanja, kemudian pemerintah mencetak uang baru sehingga jumlah uang yang beredar bertambah. Keadaan ini akan mendorong tingkat konsumsi masyarakat bila penawaran barang tetap, maka hal ini akan mendorong kenaikan harga barang-barang.
·         Inflasi dari luar negeri (imported inflation).
Contohnya sebuah negara masih bergantung dari impor bahan baku dan barang negara lain. Apabila harga barang-barang yang diimpor itu naik, maka biaya produksi meningkat dan yang akhirnya akan menaikkan harga jual barang dan jasa.

C. Sebab-Sebab Timbulnya Inflasi
Naiknya permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa.
Bila kenaikan permintaan ini tidak diimbangi dengan penambahan volume barang dan jasa di pasar, maka hal ini akan berakibat pada naiknya harga barang dan jasa. Jenis inflasi ini disebut demand pull inflation.
Kenaikan biaya produksi.
Jika terjadi kenaikan harga bahan baku untuk sebuah produksi naik, maka hal ini akan berdampak pada kenaikan biaya produksi, akibatnya perusahaan juga menaikkan harga jual barang dan jasanya. Jenis inflasi ini disebut cost push inflation.
Defisit anggaran belanja (APBN).
Defisit APBN yang ditutup dengan percetakan uang baru oleh Bank Indonesia, akan berakibat pada bertambahnya jumlah uang beredar. Sehingga nilai uang akan berkurang.
Menurunnya nilai tukar rupiah.
Menurunnya nilai tukar terhadap valuta asing, seperti USD, Yen, Euro, akan berdampak pada tingginya harga barang-barang produksi impor.

D. Teori-Teori Inflasi
1. Teori Kunatitas (Irving Fisher)
Menurut teori kuantitas, apabila penawaran uang bertambah maka tingkat harga umum juga akan naik. Hubungan langsung antara harga dan kuantitas uang seperti yang digambarkan oleh teori kuantitas uang sederhana dapat digunakan untuk menerangkan situasi inflasi.
2. Teori Keynes
Menurut Keynes, inflasi terjadi karena ada sebagian masyarakat yang ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya. Proses inflasi merupakan proses perebutan bagian rezeki di antara kelompok-kelompok sosial yang menginginkan bagian lebih besar dari yang bisa disediakan oleh masyarakat tersebut.
3. Teori Strukturalis
Teori ini memberikan perhatian besar terhadap struktur perekonomian di negara berkembang. Inflasi di negara berkembang terutama disebabkan oleh faktor-faktor struktur ekonominya. Menurut teori ini, kondisi struktur ekonomi negara berkembang yang dapat menimbulkan inflasi adalah:
·         Ketidakelastisan penerimaan ekspor.
·         Ketidakelastisan penawaran atau produksi bahan makanan di dalam negeri.

E. Dampak Inflasi
Tingkat inflasi yang terlalu tinggi membawa dampak yang tidak sedikit terhadap perekonomian, terutama tingkat kesejahteraan masyarakat. Dampak inflasi tersebut, antara lain:
·         Turunnya pendapatan riil masyarakat.
·         Ketidakpastian pelaku ekonomi dalam pengambilan keputusan.
·         Dampak inflasi terhadap pemerataan pendapatan.
·         Dampak inflasi terhadap output (hasil produksi).
·         Mendorong penanaman modal spekulatif.
·         Menyebabkan tingkat bunga meningkat dan akan mengurangi investasi.
·         Menimbulkan ketidakpastian keadaan ekonomi di masa depan.
·         Menimbulkan masalah neraca pembayaran.
·         Tidak mendukung iklim investasi.


3.2       Inflasi atau Deflasi Harga
A. Pengertian Deflasi
Deflasi adalah suatu periode dimana harga-harga secara umum jatuh dan nilai uang bertambah. Deflasi adalah kebalikan dari inflasi. Bila inflasi terjadi akibat banyaknya jumlah uang yang beredar di masyarakat, maka deflasi terjadi karena kurangnya jumlah uang yang beredar. Ada pula deflasi didefinisikan sebagai meningkatnya permintaan terhadap uang berdasarkan jumlah uang yang berada di masyarakat.
B. Penyebab Deflasi
1. Menurunnya persediaan uang di masyarakat.
2. Posisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara surplus.
3. Meningkatnya persediaan barang.
4. Naiknya permintaan uang.


3.3       Strategi Aplikasi
A. Upaya untuk Menekan Inflasi
Secara umum terdapat dua kebijakan yang dilakukan untuk menekan laju inflasi diantaranya kebijakan moneter dan kebijakan fiscal.
1. Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah kebijakan yang diambil bank sentral untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat. Ada beberapa macam kebijakan moneter yaitu:
a. Politik Diskonto
Politik diskonto (discount policy) adalah politik bank sentral untuk mempengaruhi peredaran uang dengan jalan menaikan dan menurunkan tingkat bunga. Dengan menaikan tingkat bunga diharapkan jumlah uang yang beredar di masyarakat akan berkurang, karena orang akan lebih banyak menyimpan uangnya di bank dari pada menjalankan investasi. Sebaliknya, bank sentral akan menurunkan suku bunga jika timbul deflasi. Dengan diturunkannya suku bunga diharapkan masyarakat akan menarik uangnya dari bank karena bunga tidak memadai.
b. Kebijakan Persediaan Kas (Cash Ratio Policy)
Bank sentral pada umumnya menentukan cash ratio yaitu angka perbandingan minimum antara uang tunai yang dimiliki oleh bank umum dengan jumlah uang giral (cek, giro dan sebagainya) yang dikeluarkan oleh bank yang bersangkutan.

2. Kebijakan Fiskal
Pengaturan Pengeluaran Pemerintah
Dalam hal ini diharapkan penggunaan anggaran negara agar sesuai dengan perencaan. Kalau pembelajaan Negara melampui batas yang telah ditentukan, akan mendorong terjadinya pertambahan uang yang beredar begitu juga sebaliknya.
Menaikan Tarif Pajak
Saat terjadi inflasi uang beredar lebih banyak. Jumlah uang beredar tersebut dapat dikurangi dengan jalan menaikan tariff pajak. Jika tarif pajak dinaikkan, uang yang dibelanjakan oleh masyarakat berkurang. Namun harus diperhatikan agar tidak terjadi ketimpangan atau ketidakadilan. Perlu diperhatikan golongan masyarakat mana yang dinaikkan pajaknya.
Mengadakan Pinjaman Pemerintah
Pemerintah dapat mengadakan pinjaman pemerintah baik dengan jalan paksaan ataupun tidak, untuk mengurangi uang yang beredar di masyarakat, cara yang paling ampuh dilakukan untuk menyukseskan kebijakan ini yaitu dengan jalan membekukan simpanan yang dimiliki oleh masyarakat yang ada di bank. Dapat juga ditempuh dengan jalan memotong gaji pegawai negeri untuk di tabung.

3. Kebijakan Non-Moneter dan Non-Fiskal
Menaikan Hasil Produksi
Kenaikan hasil produksi dapat memperkecil laju inflasi. Kenaikan hasil produksi dapat dilakukan dengan cara kebijakan penurunan bea masuk. Hal ini akan berakibat impor barang meningkat.
Kebijakan Upah
Kebijakan upah adalah tindakan menstabilkan upah dan gaji dengan cara gaji tidak sering dinaikan. Kenaikan gaji dan upah akan menimbulkan kenaikan daya beli. Hal ini pada akhirnya menaikan permintaan terhadap barang-barang secara keseluruhan. Apabila hal ini terjadi, maka akan menimbulkan inflasi.


3.4       Konsep Kurs Mata Uang dan Daya Beli
A. Pendekatan Fundamental atas Nilai Tukar
Pada intinya, pergerakan nilai tukar dipengaruhi oleh faktor fundamental ekonomi. Setidaknya, terdapat dua faktor utama terkait fundamental ekonomi dalam konteks nilai tukar. Pertama, adalah kondisi fundamental yang menentukan nilai tukar berdasarkan kondisi dinamis di pasar barang yang melahirkan konsep Purchasing Power Parity (PPP). Konsep PPP menekankan asumsi bahwa pada dasarnya semua mata uang memiliki daya beli yang sama di berbagai negara. Namun, perubahan agregat penawaran dan permintaan di masing-masing negara yang akan mengubah daya beli mata uang suatu negara relatif terhadap mata uang negara lainnya. Kedua, konsep yang berasal dari dinamika di pasar aset yang melahirkan konsep Uncovered Interest Rate Parity (UIP). UIP mengasumsikan bahwa imbal hasil atas kepemilikan aset akan menyamakan nilai mata uang yang berbeda jika dikonversi ke dalam mata uang yang sama.
Dinamika nilai tukar juga sangat dipengaruhi oleh faktor pelaku pasar valas dan kondisi institusinya. Hal ini kemudian melahirkan konsep penentuan nilai tukar berdasarkan pendekatan mikrostruktur. Meskipun demikian, pendekatan ini tidak berarti mengabaikan faktor fundamental sebagaimana disebutkan di atas. Pendekatan ini hanya bersifat suplemental dalam menjelaskan nilai tukar.
Dalam rangka memahami lebih dalam mengenai nilai tukar, juga perlu di tambah informasi yang memadai mengenai:
        Kompleksitas ekonomi politik internasional.
        Infrastruktur sosial dan ekonomi.
        Karakteristik ekonomi, sosial, psikologis dan hal lain terkait pasar valuta asing domestic.
Berbagai faktor fundamental termasuk pendekatan mikrostruktur yang memengaruhi dinamika nilai tukar dapat diilustrasikan pada gambar di bawah ini. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, ada tiga pendekatan utama secara fundamental beserta indikatornya yang memengaruhi nilai tukar, yaitu: kondisi paritas, pasar aset, dan neraca pembayaran.


B. Purchasing Power Parity (PPP)
Mengacu pada “the law of one price” dan diasumsikan barang homogen bergerak secara bebas antarnegara sehingga tidak timbul biaya transportasi, dan lain-lain. Adapun konsep absolute PPP menyatakan bahwa daya beli (purchasing power) dua mata uang terhadap suatu barang adalah sama. Dengan demikian, PPP adalah perbandingan (rasio) tingkat harga di kedua Negara.
E = 1/(P/P*) = P/P*
Di mana: E = nilai tukar, P = harga barang di DN, P* = harga barang yang sama di LN.
Sementara itu, konsep PPP relatif adalah persentase perubahan nilai tukar dua negara dalam suatu periode sama dengan perbedaan inflasi di kedua Negara.
pd - pf = e
Di mana: pd = inflasi domestic, pf = inflasi luar negeri, e = perubahan nilai tukar (apresiasi/depresiasi).
Asumsi:
        Barang yang diperdagangkan bersifat homogen dan harga barang nontraded bersifat fleksibel.
        Tidak ada hambatan perdagangan internasional.
        Biaya transportasi yang relatif rendah atau tidak ada.
        Tingkat inflasi yang setara.
Contoh:
Jika inflasi di AS naik 5% dan inflasi di Indonesia naik 10%, maka berdasarkan PPP relatif (dalam kondisi paritas) rupiah akan terdepresiasi sebesar 5% terhadap USD.
PPP relatif memiliki asumsi sebagai berikut: i) PPP relatif (cenderung berlaku dalam jangka panjang); ii) Perhitungan nilai tukar berdasarkan PPP cenderung hanya bersifat teori dasar dan common sense.
PPP memiliki berbagai kelemahan: i) adanya variabel penentu lain di luar inflasi; dan ii) sulit terpenuhinya asumsi yang mendasari teori.

C. Interest Rate Parity (IRP)
Definisi Interest Rate Parity (IRP) yaitu perbedaan suku bunga antara dua negara adalah sama dengan perubahan yang diharapkan (ekspektasi) dalam nilai tukar dua mata uang. Dalam pendekatan IRP, penentuan nilai tukar dipecah menjadi dua, yaitu uncovered interest parity (IRP), dan covered interest parity (CIP).
C1. Uncovered Interest Rate Parity (UIP)
Konsep ini menjelaskan bahwa nilai tukar kedepan akan ditentukan oleh besaran perbedaan suku bunga antarnegara mata uang yang diperbandingkan. Formula ini lazim digunakan jika tidak ada risiko lain yang diperkirakan akan timbul. Jika ada potensi risiko yang dipersepsikan investor ke depan, maka formula ini tidak lagi berlaku. Formula UIP adalah sebagai berikut:
id - if = E(e)
Di mana: id = suku bunga domestik (risk free); if = suku bunga luar negeri (risk free); E(e) = ekspektasi perubahan nilai tukar (apresiasi/depresiasi).
Contoh:
Jika suku bunga di AS adalah 2.5% dan suku bunga di Indonesia sebesar 7.5%, maka berdasarkan IRP (dalam kondisi paritas), rupiah diekspektasikan terdepresiasi sebesar 5% terhadap USD. Persamaan mengasumsikan bahwa premi risiko adalah nol, yang merupakan kasus jika investor risiko netral. Jika investor tidak risiko netral, maka rupiah bisa terdepresiasi lebih besar dari 5% karena ada tambahan imbal hasil yang diinginkan investor untuk menutupi potensi kerugian akan tambahan risiko yang tidak netral tersebut.

C2. Covered Interest Rate Parity (CIP)
Dalam konsep CIP, nilai tukar tidak hanya dipengaruhi perbedaan suku bunga antarnegara yang diperbandingkan, tapi juga oleh besaran risiko yang terkait (risk premium).
id - if = E(e) + risk premium
Asumsi yang diterapkan dalam pendekatan ini adalah sebagai berikut:
1.      Aset finansial antar negara bersifat homogeny.
2.      Pasar valas efisien.
3.      Tidak adanya kontrol terhadap modal.
4.      Risiko melekat relatif kecil.


Sumber



Bab 4. Menghadapi Ketidakpastian
4.1       Definisi Resiko, Ketidakpastian dan Sensitivitas
Menurut Robison dan Barry (1987), risiko adalah peluang dari suatu kejadian yang dapat diperhitungkan dan akan memberikan dampak negatif yang dapat menimbulkan kerugian, sedangkan ketidakpastian adalah peluang dari suatu kejadian yang tidak dapat diperhitungkan oleh pebisnis selaku pengambil keputusan. Djohanputro (2006) menyatakan risiko sebagai ketidakpastian yang telah diketahui tingkat probabilitas kejadiannya. Menurut Kountur (2004) ketidakpastian ini terjadi akibat kurangnya atau tidak tersedianya informasi yang menyangkut apa yang akan terjadi. Ketidakpastian yang dihadapi oleh perusahaan dapat berdampak merugikan atau menguntungkan. Apabila ketidakpastian yang dihadapi berdampak menguntungkan maka disebut dengan istilah kesempatan (opportunity), sedangkan ketidakpastian yang berdampak merugikan disebut sebagai risiko.


4.2       Sumber-Sumber Ketidakpastian
1. Data
Kehilangan data, data tidak dapat diandalkan, penyajian data tidak tepat, data tidak konsisten, data subjektif, data diperoleh dari kelailaian.
2. Pengetahuan pakar
a)      Ketidakkonsistenan antara pakar yang berbeda.
b)      Kemasuk-akalan (“best guess” dari pakar).
c)      Kualitas
                                I.            Pemahaman yang dalam pada pengetahuan causal (sebab akibat).
                              II.            Kualitas secara statistik (pengamatan).
d)      Cakupan (hanya domain sekarang).
3. Representasi pengetahuan
a)      Keterbatasan model pada system riil.
b)      Keterbatasan pengungkapan dari mekanisme representasi.
4. Proses inferensi
a)      Deduktif - hasil yang diperoleh secara formal benar, tetapi salah pada system riil.
b)      Induktif - Konklusi baru tidak ditemukan dengan baik.
c)      Metoda penalaran tidak valid (unsound).


4.4       Analisis Titik Impas
Break event point adalah suatu keadaan dimana dalam suatu operasi perusahaan tidak mendapat untung maupun rugi/impas (penghasilan = total biaya). Sebelum memproduksi suatu produk, perusahaan terlebih dulu merencanakan seberapa besar laba yang diinginkan. Dengan kata lain analisis titik impas merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara biaya, volume penjualan dan profit. Dalam analisis laporan keuangan kita dapat menggunakan rumus ini untuk mengetahui:
1. Hubungan antara penjualan, biaya, dan laba.
2. Struktur biaya tetap dan variable.
3. Kemampuan perusahaan memberikan margin unutk menutupi biaya tetap.
4. Kemampuan perusahaan dalam menekan biaya dan batas dimana perusahaan tidak mengalami laba dan rugi.
Contoh: Suatu perusahaan mengeluarkan biaya tetap sebesar 160.000. Biaya variabel per unit 30. Harga jual per unit 70. Kapasitas produksi maksimal 10.000 unit. Hitunglah BEP (Q)!
BEP (Q) = FC
P - V = contribution margin = 70 – 30 = 40
BEP (Q) = FC
Contribution margin = 160.000/40 = 4000 unit


4.5       Analisis Sensitivitas
Analisis sensivitas merupakan analisis yang dilakukan untuk mengetahui akibat dari perubahan parameter-parameter produksi terhadap perubahan kinerja system produksi dalam menghasilkan keuntungan. Dengan melakukan analisis sentivitas maka akibat yang mungkin terjadi dari perubahan-perubahan tersebut dapat diketahui dan diantisipasi sebelumnya. Contoh: Perubahan biaya produksi dapat mempengaruhi tingkat kelayakan. Alasan dilakukannya analisis sentivitas adalah untuk mengantisipasi adanya perubahanperubahan berikut:
a)      Adanya cost over, yaitu kenaikan biaya-biaya seperti biaya konstruksi, biaya bahan baku, produksi, dsb.
b)      Penurunan produktivitas.
c)      Mundurnya jadwal pelaksanaan proyek.

Tujuan Analisis Sensitivitas
Menilai apa yang terjadi dengan hasil analisis kelayakan suatu kegiatan investasi atau bisnis apabila terjadi perubahan di dalam perhitungan biaya atau manfaat.
1. Analisis kelayakan suatu usaha ataupun bisnis perhitungan umumnya di dasarkan pada proyeksi-proyeksi yang mengandung ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi di waktu yang akan dating.
2. Analisis pasca criteria investasi yang digunakan untuk melihat apa yang akan terjadi dengan kondisi ekonomi dan hasil analisis bisnis jika terjadi perubahan atau ketidaktepatan dalam perhitungan biaya atau manfaat.
Bisnis sangat sensitivitas terhadap perubahan akibat beberapa hal:
1.      Harga
2.      Keterlambatan pelaksanaan
3.      Kenaikan biaya
4.      Ketidaktetapan dan perkiraan hasil (produksi)


4.6       Analisis Sebuah Usulan Investasi Proyek
A. Pengertian Investasi
Investasi merupakan penanaman dana yang dilakukan oleh suatu perusahaan ke dalam suatu aset (aktiva) dengan harapan memperoleh pendapatan di masa yang akan datang. Di lihat dari jangka investasi waktunya, investasi dibedakan menjadi 3 macam yaitu investasi jangka pendek, investasi jangka menengah, dan investasi jangka panjang. Sedangkan dilihat dari segi aktivanya, investasi dibedakan ke dalam investasi pada aktiva rill dan investasi pada aktiva non-rill (aktiva finansial). Investasi pada aktiva rill misalnya investasi dalam tanah, gedung, mesin, dan peralatan-peralatan. Adapun invesatsi investasi pada aktiva non-rill misalnya investasi berjangka panjang untuk aktiva rill.

B. Menaksir Aliran Kas
1. Beberapa Pertimbangan dalam Menaksir Aliran Kas
Dalam analisis keputusan investasi, ada beberapa langkah yang akan dilakukan:
a.      Menaksir aliran kas dari investasi berikut.
b.      Menghitung biaya modal rata-rata tertimbang.
c.       Mengevaluasi investasi tersebut dengan kriteria investasi seperti pay-back period, NPV, dan IRR.
d.      Mengambil keputusan, apakah investasi diterima atau tidak.
Dalam menaksir aliran kas, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan:
a. Aliran Kas Versus Keuntungan Investasi
Fokus dari manajemen keuangan dan analisis investasi adalah kas, bukannya keuntungan investasi. Keuntunga investasi tidak selalu berarti aliran kas. sebagai contoh penjualan sebagian barangkali merupakan kredit, sehingga belum ada kas yang masuk. Item biaya tertentu seperti depresiasi, juga tidak melibatkan kas. dalam perhitungan depresiasi, tidak ada aliran kas yang berpindah tangan. Contoh perhitungan ini menunjukkan perbedaan antara aliran kas dengan keuntungan akuntansi.
Perbandingan basis cash flow dengan laporan laba-rugi akuntasi.

Laporan Laba-Rugi
Kas Masuk/Keluar
Penjualan
Rp.150.000,00
Rp.150.000,00
Biaya tunai (kas)
Rp.70.000,00
Rp.120.000,00
(Rp.70.000,00)
Depresiasi
Rp.50.000,00
-
Laba sebelum pajak
Rp.30.000,00
Pajak (40%)
Rp.12.000,00
Rp.12.000,00
Laba setelah pajak
Rp.18.000,00
Rp.68.000,00

Aliran kas = Laba setelah pajak + depresiasi = 18.000 + 50.000 = 68.000
Cara yang langsung bisa di lakukan dengan mengidentifikasi item-item mana yang termasuk kas masuk dan mana yang termasuk kas keluar. Sebagai contoh, jika penjualan dilakukan dengan kredit, maka sebagaian penjualan akan menjadi kas pada bulan ini (atau tahun ini), sebagaian lagi akan menjadi kas pada bulan (tahun) depan.

b. Incremental Cash Flow
Aliran kas yang akan kita perhitungkan adalah aliran kas yang muncul karena keputusan menjalankan investasi yang sedang di pertimbangkan. Aliran kas yang tidak relevan tidak akan masuk dalam analisis. Aliran kas yang relevan tersebut diberi nama sebagai incremental cash flow. Contoh aliran kas yang tidak relevan adalah sunk cost. Sunk cost adalah biaya yang sudah tertanam, dan sudah hilang. Contoh sunk cost adalah biaya fesibility study (studi kelayakan), biaya riset pemasaran. Biaya kesempatan (opportunity cost) adalah item lain yang perlu di perhatikan. Sebagi contoh, jika suatu usulan investasi dilakukan, investasi tersebut akan menggunakan gudang. Gudang tersebut sebenarnya tidak bisa disewakan, dengan demikian biaya sewa yang hilang tersebut harus dimasukkan sebagai elemen biaya.

c. Fokus pada Keputusan Investasi
Dalam analisis investasi, fokus kita adalah ada pada aliran kas yang di hasilkan melalui keputusan investasi. Aliran kas hasil dari keputusan pendanaan harus di hilangkan dari analisis. Alasan lainnya adalah keputusan pendanaan masuk ke dalam perhitungan tingkat discount rate yang di pakai (WACC atau weighted average cost of capital). Jika bunga juga dimasukkan ke dalam perhitungan aliran kas (sebagai pengurang aliran masuk), maka akan terjadi proses double counting. Perhitungan aliran kas yang mengeluarkan efek bunga (pendanaan) adalah:
Aliran kas = Laba bersih + Depresiasi + {(1-tingkat pajak) x bunga}


4.7       Estimasi Optimis-Pesimistis
Dalam PERT, kita menggunakan distribusi peluang berdasarkan tiga perkiraan waktu untuk setiap kegiatan, yaitu:
a. Waktu optimis (optimistic time)
Waktu optimis yaitu waktu yang dibutuhkan oleh sebuah kegiatan jika semua hal berlangsung sesuai rencana. Atau juga dapat di sebut waktu minimum dari suatu kegiatan, dimana segala sesuatu akan berjalan baik, sangat kecil kemungkinan kegiatan selesai sebelum waktu ini.
b. Waktu pesimis (pessimistic time)
Waktu pesimis yaitu waktu yang dibutuhkan suatu kegiatan dengan asumsi kondisi yang ada sangat tidak diharapkan. Atau juga dapat di sebut adalah waktu maksimal yang diperlukan suatu kegiatan, situasi ini terjadi bila nasib buruk terjadi.


4.8       Tingkat MARR yang Mempertimbangkan Resiko
MARR adalah tingkat suku bunga pengembalian minimum yang menarik, di mana tingkat suku bunga tersebut akan dijadikan dasar atau indikator keputusan manajemen sehubungan dengan pemilihan alternatif-alternatif biaya (cost alternatives), manfaat (benefit alternatives) atau kelayakan suatu investasi (feasibility study), Penentuan MARR harus mempertimbangkan beberapa hal, yang akan dijelaskan sebagai berikut.

Cost of Capital (Biaya Modal)
Jika sumber biaya investasi adalah dana pinjaman, maka penentuan MARR harus mempertimbangkan faktor biaya modal (tingkat suku bunga pinjaman ditambah dengan faktor-faktor resiko investasi). Karena return dari investasi yang dilakukan minimal harus menutupi biaya modal yang digunakan. Selain itu jumlah uang yang tersedia, dan sumber biaya dari mana dana tersebut diadakan (equity atau debt financing) perlu dipertimbangkan juga.
Misalnya perusahaan A akan membangun infrastruktur nasional yang berbasis teknologi dengan modal investasi berupa pinjaman kredit dari sebuah bank dengan tingkat bunga 60%/tahun, maka investasi yang dilakukan dikatakan layak jika memberikan return sama atau lebih dari 60%/tahun atau proyek investasi tersebut harus menghasilkan Net Present Value (NPV) atau Net Equivalence Uniform Annual Cash Flow (EUAC) positif.

Cost of Opportunity Loss (Biaya Hilangnya Kesempatan)
Lain halnya bila investasi yang dilakukan dengan menggunakan modal sendiri, maka penentuan MARR harus mempertimbangkan biaya hilangnya kesempatan yang tidak diambil karena kita memutuskan atau menjatuhkan pilihan pada alternatif lain.
Misalkan perusahaan A pada tahun 2017 memutuskan untuk investasi senilai Rp. 100 Trilyun dengan modal sendiri, maka investasi tersebut menghilangkan kesempatan perusahaan A untuk memperoleh return.
Pada alternatif investasi lainnya, misalnya membeli Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dengan suku bunga 70% /tahun ( = Rp. 70 Trilyun /tahun).

Risk Investment
Suatu investasi akan mengandung resiko, berapapun kecilnya resiko tersebut. Besar kecilnya resiko akan sangat tergantung pada kemampuan manajemen (investor) dalam memiliki atau mencari informasi–informasi yang relevan dengan kegiatan investasi yang dilakukan. Semakin sedikit informasi yang dimiliki semakin besar resiko investasi yang harus ditanggung, demikian sebaliknya.

Jenis Organisasi dan Usaha
Suatu organisasi akan memiliki opportunity dan resiko yang berbeda dalam melakukan kegiatan investasi dengan organisasi lainnya. Demikian halnya dengan jenis usaha yang dimasuki. Jenis usaha manufaktur dimungkinkan memiliki tingkat MARR yang berbeda dengan usaha pertanian, perhotelan, dsb. Proyek pememrintah akan memiliki MARR yang berbeda dengan jenis sektor industri yang kompetitif.


4.9       Penurunan Umur Proyek
Definisi manajemen proyek yang dikembangkan di sini didasarkan pada asumsi bahwa kewajiban memanajemen itu muncul kapan saja pekerjaan proyek dibagi-bagi dalam pekerjaan khusus dan dilakukan oleh dua orang atau lebih. Dalam keadaan semacam itu, pekerjaan-pekerjaan khusus tersebut harus di koordinasi dan keharusan inilah yang menimbulkan kewajiban untuk melaksanakan pekerjaan manajerial, yakni proses manajerial
James A.F. Stoner (1982) mengklasifikasikan tingkatan manajemen (Level of Management) sebagai berikut:
1. By their level in organization.
2. By the range of organizational activities for which they are responsible.

Adakalanya tingkat manajemen diklasifikasikan atas:
a.      Manajemen puncak.
b.      Manajemen puncak-menengah.
c.       Manajemen menengah.
d.      Manajemen menengah operasional.
e.      Manajemen operasional.
James A.F. Stoner (1986) menentukan tiga jenis dasar keterampilan manajerial yaitu: keterampilan teknik (technical skill), keterampilan manusiawi (human skill), keterampilan konseptual (conceptual skill). Fayol mengemukakan empat belas prinsip-prinsip manajemen, yaitu:
1.      Devision of York.
2.      Authority and Responsibility.
3.      Discipline.
4.      Unity of Command.
5.      Unity of Direction.
6.      Subordination of individual to general interest.
7.      Remuneration.
8.      Centralization.
9.      Scalar chain atau hierarchy.
10.  Order.
11.  Equity.
12.  Stability of tenure.
13.  Initiative.
14.  Esprit de corp.

Fayol mengatakan: “Prinsip-prinsip tersebut bersifat fleksibel dan dapat disesuaikan menurut kebutuhan. Persoalan bagaimana menggunakan prinsip-prinsip tersebut merupakan seni yang sulit karena memerlukan intelegensi, pengalaman, pengambilan keputusan dan pertimbangan (Kast dan Rosenzwight, 1983). Sedangkan mengenai sumber daya manajemen menurut George R Terry antara lain adalah:
1.      Men
2.      Materials
3.      Methods
4.      Money
5.      Market
Calvert menggambarkan daur proses manajemen, yang sekaligus memperlihatkan hubungan antar fungsi manajemen, yang menciptakan mekanisme dan dinamika manajemen.

Fungsi-Fungsi Manajemen Proyek
Fungsi manajemen proyek mengacu pada fungsi manajemen secara umum. Sebagai pedoman dalam modul ini fungsi manajemen didasarkan pada pendapat George R. Terry. George R. Terry memberikan empat fungsi fundamental dari manajemen, yakni: Planning, Organizing, Actuating, Controlling
Arti penting perencanaan proyek adalah karena perencanaan merupakan proses pemikiran kreatif dan penentuan secara matang mengenai hal-hal berkenaan dengan keputusan-keputusan proyek yang akan dilakukan di masa yang akan datang dalam rangka pencapaian tujuan proyek yang telah ditentukan sebelumnya.
Untuk mencapai tujuan perencanaan proyek secara efektif, perlu diperhatikan unsur-unsur perencanaan proyek sebagai berikut:
a)      Tujuan (objectives), yaitu perumusan secara jelas dan terperinci mengenai sasaran yang akan dicapai;
b)      Kebijakan (policy), yaitu garis-garis besar cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan/sasaran yang telah ditetapkan;
c)      Prosedur (procedure), yaitu pembagian tugas serta hubungan-hubungan ke atas dan kesamping antara pelaksana-pelaksana perencanaan;
d)      Evaluasi kemajuan, yaitu penentuan norma-norma dan standar untuk mengukur kemajuan, secara kuantitatif, kualitatif dan unsur waktu;
e)      Program, yaitu keseluruhan rencana dan urutan-urutan kegiatan yang akan dilaksanakan.

Pengawasan sebagai salah satu fungsi manajemen diperlukan terutama untuk menjawab pertanyaan apakah kegiatan-kegiatan yang sedang berjalan sesuai dengan rencana dan tujuan yang telah ditetapkan. Pengawasan proyek diartikan sebagai usaha menentukan apa yang sedang dilaksanakan dengan cara menilai hasil/prestasi yang dicapai dan kalau terdapat penyimpangan dari standar yang telah ditentukan, maka segera diadakan usaha perbaikan, sehingga semua hasil/prestasi proyek yang dicapai sesuai dengan rencana.

Jenis atau bentuk pengawasan dapat dibedakan menurut:
1.      Pengawasan menurut locus
Menurut lokusnya maka dibedakan antara pengawasan intern dan pengawasan ekstern. Pengawasan ekstern adalah pengawasan yang dilakukan oleh pihak luar organisasi.

2.      Pengawasan menurut aktor
Pengawasan dapat juga dibedakan menurut aktor atau siapa yang melaksanakan. Pertama, pengawasan oleh kelompok pemeriksa fungsional dan kedua pengawasan individual atau personal.

3.      Pengawasan menurut bidang
Jenis atau bentuk pengawasan dapat dibedakan menurut bidang yang diawasi, misalnya: anggaran belanja (budgetary and non budgetary financial control), produksi, pembiayaan, kualitas, pemasaran dan sebagainya.

Manfaat, Biaya dan Umur Proyek
Ada 3 manfaat proyek, yaitu:
1.      Manfaat langsung (direct benefits)
2.      Manfaat tak langsung (indirect benefits)
3.      Manfaat tak kentara (intangible benefits)

Manfaat langsung dari suatu proyek maksudnya adalah kenaikan nilai hasil produksi barang atau jasa atau penurunan biaya sebagai akibat langsung dari proyek. Kenaikan nilai hasil produksi tersebut dapat berupa meningkatnya jumlah hasil (kuantitas) dan atau meningkatnya mutu produksi (kualitas).
Manfaat tak langsung adalah manfaat yang ditimbulkan secara tidak langsung dari suatu proyek yang merupakan multiplier effects dari proyek. Dapat dikatakan bahwa manfaat tidak langsung mencakup dampak ganda (multiplier effects), manfaat karena besarnya usaha (economic scales), manfaat dari peningkatan pendidikan dan kesehatan terhadap produktivitas tenaga kerja dan sebagainya.
Manfaat tak kentara dari suatu proyek adalah manfaat yang sukar untuk diukur secara kuantitatif misalnya dengan uang. Beberapa dari manfaat tak kentara tersebut di antaranya muncul dalam bentuk perbaikan lingkungan hidup, manfaat dari perbaikan pemerataan pendapatan, manfaat dari meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan sebagainya.
Biaya atau pengeluaran proyek (project expenditure) adalah hanya biaya-biaya atau ongkos-ongkos yang akan dikeluarkan di masa yang akan datang (future costs) untuk memperoleh penghasilan-penghasilan yang akan datang (future returns).
Proyek dapat dibedakan ke dalam dua bentuk umum, yaitu proyek publik dan proyek swasta. Prof Soemardi Reksopoetranto mengelompokkan proyek-proyek pembangunan ke dalam dua kelompok besar yaitu:
1. Padat modal (capital intensive)
2. Padat karya (labour intensive)

Umur ekonomis sesuatu asset adalah jumlah tahun selama pemakaian aset tersebut dapat meminimumkan biaya tahunannya. Untuk proyek-proyek yang mempunyai investasi modal yang besar, lebih mudah untuk menggunakan umur teknis.


Sumber




Bab 5. Analisis Penggantian
Analisis Penggantian
Analisis penggantian (replacement analysis) adalah salah satu metode ekonomi yang digunakan untuk menganalisis umur ekonomis sebuah peralatan selama umur pakai peralatan tersebut. Parameter-parameter yang dipertimbangkan dalam analisis penggantian peralatan adalah biaya investasi, biaya penyusutan, biaya pemeliharaan, biaya pengoperasian, nilai sisa dengan mempertimbangkan nilai uang terhadap waktu.
Analisis ini berupa pertanyaan mengenai apakah harus menghentikan penggunaan sebuah aset tanpa dilakukan penggantian (abandonment) atau tetap mempertahankan aset tersebut sebagai cadangan (back-up) daripada sebagai penggunaan utama. Keputusan dapat berupa pertanyaan apakah keharusan perubahan tersebut dapat dipenuhi dengan memperbesar kapasitas atau kemampuan aset yang sudah ada saat ini atau harus mengganti aset yang ada saat ini (aset lama), yang secara deskriptif sering disebut sebagai defender, dengan sebuah aset baru. Satu atau lebih alternatif aset pengganti (baru) kemudian disebut sebagai penantang (challenger).


5.1       Alasan-Alasan Analisis Penggantian
Berikut ini beberapa alasan mengapa proses penggantian suatu peralatan perlu dilakukan.
1. Adanya peningkatan permintaan terhadap suatu produk sehingga dibutuhkan fasilitas produksi yang memiliki kapasitas yang lebih besar. Tuntutan untuk memperbesar kapasitas produksi bisa dipenuhi dengan menambah alat-alat baru dan tetap menggunakan fasilitas yang lama, atau mengganti alat-alat yang lama dengan alat-alat yang baru yang bisa memenuhi kebutuhan kapasitas. Keputusan seperti ini membutuhkan analisis ekonomis dari penggantian.

2. Kebutuhan untuk perawatan pada alat-alat yang dimiliki sudah berlebihan sehingga alat tersebut dinilai tidak ekonomis untuk dipakai, walaupun secara fisik masih tetap berfungsi. Ongkos-ongkos perawatan dan operasional untuk suatu peralatan akan terus meningkat dengan bertambahnya masa pakai dari alat tersebut. Di sisi lain, ongkos investasi akan berkurang dengan semakin lamanya pemakaian alat tersebut. Oleh karenanya ada suatu saat dimana ongkos-ongkos perawatan meningkat lebih cepat dari kontribusi penurunan ongkos investasi, sehingga dikatakan bahwa pada saat-saat seperti itu ongkos perawatan sudah berlebihan.

3. Terjadi penurunan fungsi fisik peralatan sehingga akan berakibat menurunnya efisiensi operasi dari alat tersebut.
Beberapa hal yang merupakan penurunan fungsi fisik akibat pemakaian dari suatu alat adalah:
                    Penurunan output baik ditinjau dari kuantitas yang bisa dihasilkan dalam suatu satuan waktu maupun kualitas dari outputnya.
                    Peningkatan kebutuhan bahan bakar dan peningkatan persentase material yang terbuang sehingga berakibat pada peningkatan ongkos-ongkos operasional.
                    Peningkatan kebutuhan suku cadang dan tenaga perawatan yang berarti bahwa ongkos-ongkos perawatan meningkat.
                    Kerusakan alat terjadi lebih sering dan setiap kerusakan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk memperbaikinya.
                    Penurunan kualitas kerja dari peralatan, misalnya terjadinya perbedaan dari suatu dimensi produk yang dihasilkan karena timbulnya keausan pada bagian-bagian mesin produksi.

4. Adanya alternatif untuk menyewa suatu peralatan dan kebijakan ini lebih ekonomis dari membeli atau memiliki sendiri alat tersebut.

5. Terjadinya keusangan (obsolescence) dari suatu peralatan karena berkembangnya alat-alat baru dengan tingkat teknologi yang lebih canggih dan efisien.
Beberapa hal yang bisa digolongkan sebagai penyebab usangnya suatu peralatan adalah:
                    Peralatan tersebut tidak lagi diperlukan.
                    Operator dari peralatan tersebut sulit diperoleh.
                    Tersedianya alat sejenis yang baru dimana bisa menghasilkan produk yang lebih disukai di pasaran.
                    Tersedianya alat sejenis yang baru dimana bisa beroperasi dengan ongkos-ongkos operasional dan perawatan yang lebih rendah.
                    Tersedianya alat sejenis yang baru dimana bisa beroperasi dengan produktivitas yang lebih tinggi.

Penurunan fungsi fisik dan keusangan suatu peralatan bisa terjadi secara independen ataupun bisa berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Tidak ada suatu metode standar yang bisa dipakai untuk mengkuantifikasikan penurunan fungsi fisik maupun keusangan dari suatu peralatan. Untuk menentukan karakteristik penurunan fisik ataupun keusangan suatu peralatan dibutuhkan observasi dan analisis data dengan seksama.


5.2       Faktor-Faktor yang Harus Dipertimbangkan dalam Analisis Penggantian
Kesalahan hasil analisis akan sangat mempengaruhi keputusan yang logis, sehingga ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam analisis penggantian.
1. Kesalahan Estimasi Masa Lalu
Setiap kesalahan estimasi yang dibuat pada analisis sebelumnya terhadap aset lama tidaklah relevan (kecuali terdapat implikasi pajak penghasilan). Contoh: ketika nilai buku (BV) sebuah aset lebih besar daripada nilai pasar (MV) masa sekarang, perbedaannya seringkali dianggap sebagai sebuah kesalahan estimasi. “Kesalahan” tersebut juga timbul ketika kapasitas tidak lagi mencukupi, biaya pemeliharaan lebih tinggi dari yang diantipasi, dsb. Faktanya adalah bahwa kerugian tersebut telah terjadi, mampu atau tidak mampu ditanggung, dan kerugian ini tetap timbul tanpa melihat apakah penggantian dilakukan atau tidak.

2. Perangkap Sunk Cost (Biaya Tertanam)
Sunk cost adalah ongkos yang terjadi pada masa yang lalu dan tidak akan tertutupi sehingga tidak dipertimbangkan dalam analisis-analisis ekonomi teknik yang berkaitan dengan kondisi masa yang akan datang. Dalam analisis penggantian, konsep sunk cost juga diabaikan karena hanya kondisi mendatang dari suatu aset yang akan dipertimbangkan. Sunk cost pada analisis penggantian didefinisikan sebagai berikut:
Sunk cost = nilai buku saat ini - nilai jual saat ini
Nilai buku suatu aset adalah nilai aset tersebut pada suatu saat yang tercantum dalam catatan akuntansi, yaitu nilai awal dari aset tersebut setelah dikurangi dengan total depresiasi yang telah terjadi sampai saat itu. Dalam studi analisis penggantian, nilai jual asetlah yang akan dijadikan dasar pertimbangan. Jadi, nilai awal, nilai buku, dan ongkos-ongkos penggantian tidak relevan dalam analisis penggantian. Dengan demikian maka sunk cost tidak perlu disertakan dalam perbandingan ekonomi yang berkaitan dengan analisis penggantian.
Walaupun pada dasarnya sunk cost tidak bisa ditutupi pada masa-masa berikutnya, banyak analisis yang cenderung mengalokasikan sunk cost ini pada nilai awal dari challenger. Cara ini tentunya akan memberatkan challenger karena harus menanggung sejumlah biaya yang sebenarnya merupakan akibat dari kesalahan estimasi yang terjadi pada defender.

3. Sudut Pandang Pihak Luar
Pendekatan dengan sudut pandang pihak luar cukup obyektif dan lebih disukai karena akan membandinghan performansi ekonomi dari aset yang dimiliki (defender) dan alternatif pembandingnya (challenger) sebagai layaknya pihak ketiga yang bertindak seolah-olah. tidak memiliki aset tersebut. Dengan berlaku sebagai pihak ketiga maka pengambil keputusan akan bebas menentukan apakah ia akan memilih defender dengan ongkos awal sebesar harga jualnya pada saat itu atau memilih challenger sebagai alternatif lain.
Pada dasarnya pendekatan ini menganggap nilai sisa (nilai jual) dari suatu aset pada saat itu merupakan ongkos investasi dari defender. Konsep ini sejalan dengan pengertian ongkos kesempatan. Hal ini jelas karena dengan tetap memilih defender berarti perusahaan akan kehilangan kesempatan untuk memperoleh uang sebesar nilai sisa aset tersebut pada saat itu.

4. Umur Ekonomis Suatu Aset
Perhitungan umur ekonomis suatu aset berguna untuk memperkirakan kapan aset tersebut sebaiknya diganti. Penggantian akan dilakukan apabila secara ekonomis memang lebih baik daripada tetap menggunakan aset yang lama (defender).
Umur ekonomis suatu aset adalah titik waktu dimana total ongkos-ongkos tahunan yang terjadi adalah minimum. Total ongkos-ongkos tahunan ini terdiri dari ongkos-ongkos tahunan yang dikonversi dari ongkos awal maupun ongkos-ongkos tahunan dari biaya operasi dan perawatan. Ongkos-ongkos tahunan untuk operasi dan perawatan biasanya meningkat dengan berjalannya waktu pemakaian dari alat tersebut, sedangkan ongkos-ongkos tahunan dari biaya investasi akan menurun dengan semakin panjangnya masa pakai dari aset atau alat tersebut.
Karena analisis penggantian akan menbandingkan defender dan challenger atas dasar umur ekonomisnya maka sebelum dibandingkan kita harus memusatkan perhatian pada perhitungan umur ekonomisnya. Perhitungan umur ekonomis akan mudah dilakukan bila aliran kas bisa diprediksi dengan tingkat kepastian yang tinggi. Analisis ini hanya akan melibatkan perhitungan ongkos-ongkos ekuivalen tahunan pada setiap akhir tahun selama umur dari aset yang bersangkutan. Secara alamiah, ongkos-ongkos ekuivalen tahunan akan menurun dengan naiknya masa pakai suatu aset. Penurunan ini hanya akan terjadi sampai masa pakai tertentu, selanjutnya, bila masa pakainya dinaikkan maka ongkos-ongkos ini akan meningkat.


5.3       Masalah Penggantian yang Khas
Contoh Analisis Penggantian karena Peningkatan Kebutuhan Kapasitas
Walaupun secara fisik suatu peralatan masih cukup baik, efisien, dan up to date, sering kali kita harus melakukan analisis penggantian apabila ada peningkatan kapasitas produksi yang harus ditangani, yang tidak lagi cukup dikerjakan dengan alat yang ada. Analisis penggantian pada kasus yang seperti ini biasanya ditujukan untuk menjawab pertanyaan apakah peningkatan kapasitas ini akan diantisipasi dengan menambah alat lain pada alat yang ada atau mengganti alat yang ada dengan yang baru yang mampu bekerja pada kapasitas yang dibutuhkan. Berikut ini adalah salah satu contoh permasalahan analisis penggantian karena kebutuhan peningkatan kapasitas.

Contoh
Setahun yang lalu sebuah perusahaan manufaktur membeli motor 10 hp, untuk mengerakkan belt konveyor yang dimilikinya. Karena kebutuhan yang lebih tinggi, perusahaan perlu meningkatkan kemampuan dan panjang belt konveyor sehingga motor yang dayanya 10 hp tidak lagi cukup untuk menggerakkannya. Setelah dilakukan perhitungan, belt konveyor ini membutuhkan daya penggerak 20 hp. Secara teknis, daya ini bisa diperoleh dengan menambah satu motor lagi yang dayanya 10 hp. Alternatif lainnya adalah menjual motor yang lama dan menggantinya dengan yang baru yang memiliki daya 20 hp.
Motor yang dimiliki sekarang dibeli setahun yang lalu dengan harga Rp. 840 ribu dan masih bisa bekerja pada efisiensi penuh 88% dan harga jual yang pas pada saat ini adalah Rp. 540 ribu. Motor yang sama pada saat ini harganya Rp. 880 ribu. Motor dengan daya 20 hp harganya Rp. 1560 ribu dengan efisiensi 90%. Belt konveyor diharapkan bisa bekerja selama 2000 jam per tahun dan mengkonsumsi arus listrik seharga Rp. 30 per kwh.
Ongkos-ongkos perawatan dan operasional (selain arus listrik) adalah Rp. 70 ribu per tahun untuk motor 10 hp dan Rp. 100 ribu per tahun untuk motor 20 hp. Pajak dan asuransi dikenakan sebesar 1% dari harga awal. Bunga yang berlaku ditetapkan 6%. Motor yang baru diperkirakan memiliki umur 10 tahun dengan nilai sisa sebesar 20% dari harga awalnya. Motor yang dimiliki saat ini diestimasikan memiliki umur total 11 tahun (sehingga sisa umurnya 10 tahun). Dengan menggunakan analisis penggantian, tentukanlah alternatif mana yang sebaiknya dipilih.

Solusi
Pemilihan alternatif ini akan dilakukan dengan membandingkan ongkos-ongkos ekuivalen tahunan pada kedua alternatif.
a.    Alternatif pertama: Menambah motor dengan daya 10 hp pada motor yang ada
·      Motor 10 hp yang sekarang:
-   Ongkos tahunan dari capital recovery:
(540.000-168.000)(A/P,6%,10)+168.000(0,06)           = Rp.   60.640
-   Biaya arus listrik:
                       = Rp. 508.640
-   Ongkos perawatan dan operasional                           = Rp.   70.000
-   Pajak dan asuransi, Rp. 840.000 x 0,01                      = Rp.     8.400

·      Motor 10 hp yang baru:
-   Ongkos tahunan dari capital recovery:
(880.000 – 176.000) (A/P,6%, 10) + 176.000 (0,06)   = Rp.   106.240
-   Biaya arus listrik
                                              = Rp.   508.640
-   Ongkos perawatan dan operasional                           = Rp.     70.000
-   Pajak dan asuransi, Rp. 880.000 x 0,01                      = Rp.       8.800
Ongkos ekuivalen tahunan untuk alternatif ini          = Rp. 1.341.360

b.    Alternatif kedua, menjual motor 10 hp yang dimiliki dan menggantinya dengan motor 20 hp.
-   Ongkos tahunan dari capital recovery:
(1.560.000 – 312.000) (A/P,6%,10) + 312.000
-   Biaya arus listrik
                                            = Rp.    996.670
-   Ongkos perawatan dan operasional                           = Rp.    100.000
-   Pajak dan asuransi, Rp. 1.560.000 x 0,01                   = Rp.      15.600
Ongkos ekuivalen tahunan untuk alternatif ini          = Rp. 1.298.590

Dengan analisis di atas dapat dikatakan bahwa alternatif kedua lebih baik. Artinya, perusahaan sebaiknya menjual motor 10 hp yang dimiliki dan menggantinya dengan motor 20 hp. Kebijakan ini akan memberikan penghematan sebesar 1.341,36 ribu - 1.298,59 ribu = Rp. 42,77 ribu per tahun.
Nilai sebesar Rp. 540 ribu dianggap sebagai nilai awal pada motor 10 hp yang dimiliki karena bila motor ini dijual, perusahaan akan memperoleh uang sebesar Rp. 540 ribu. Artinya, nilai motor tersebut saat ini adalah Rp. 540 ribu. Dengan menggunakan prinsip sudut pandang pihak ketiga maka alternatif pertama akan dianggap membutuhkan investasi sebesar 540 ribu + 880 ribu = Rp. 1420 ribu dan alternatif kedua membutuhkan investasi sebesar Rp. 1560 ribu. Karena alternatif kedua ternyata lebih baik, maka bisa dikatakan bahwa kelebihan investasi sebesar 1560 ribu - 1420 ribu = Rp. 140 ribu pada alternatif kedua akan menghasilkan ROR lebih besar dari 6% setahun.


5.4       Menentukan Umur Ekonomi Aset Baru dan Lama
1. Umur Ekonomi Aset Baru
Umur ekonomi aset akan meminimasi ekuivalen biaya tahunan seragam (equivalent uniform annual cost – EUAC) kepemilikan dan pengoperasian aset. Sangat penting untuk mengetahui umur ekonomi aset baru (penantang) berdasarkan prinsip bahwa aset baru dan aset lama harus dibandingkan berdasarkan umur ekonomi (optimum) mereka.
Sangat penting mengetahui umur ekonomi, EUAC minimum dan total biaya tahun demi tahun atau biaya tambahan untuk aset baru maupun aset lama sehingga keduanya dapat dibandingkan berdasarkan evaluasi terhadap umur ekonomi dan biaya yang paling hemat keduanya.Untuk sebuah aset baru, umur ekonominya dapat dihitung jika investasi modal, biaya tahunan dan nilai pasar per tahun diketahui atau dapat diestimasi.

Analisis sebelum pajak
PWk (i%) = I – MVk (P/F,i%,k) + SEj (P/F,i%,j)
TCk (i%) = MVk-1 – MVk + iMVk-1 + Ek

Contoh
Sebuah truk forklift baru akan memerlukan investasi sebesar $20.000 dan diharapkan memiliki nilai pasar akhir tahun serta biaya tahunan seperti diperlihatkan pada tabel dibawah ini. Jika MARR sebelum pajak adalah 10% per tahun, berapa lama aset tersebut harus dipertahankan kegunaannya?

Jawab
Penentuan umur ekonomi N sebelum pajak aset baru:

Asumsi: semua arus kas terjadi pada setiap akhir tahun.
Kolom 3: Penyusutan aktual untuk setiap tahun adalah perbedaan antara nilai pasar awal dan akhir tahun. Penyusutan untuk masalah ini tidak dihitung berdasarkan metode formal, namun didasarkan pada hasil kekuatan ekspektasi pasar.
Kolom 4: Opportunity cost modal pada tahun k adalah 10% dari modal yang tidak direcover (diinvestasikan dalam aset) pada awal masing-masing tahun.
Kolom 7: Equivalent uniform annual cost (EUAC) yang akan timbul setiap tahun jika aset tersebut dipertahankan penggunaannya sampai tahun k, dan selanjutnya digantikan pada akhir tahun. EUAC minimum terjadi pada akhir tahun N*. R Pada aset disini memiliki EUAC minimum jika dipertahankan kegunaannya hanya selama tiga tahun (yaitu N*=3).
EUAC2 (10%)= $20.000(A/P,10%,2)-$11.250(A/F,10%,2) + [$2.000(P/F,10%,1)
+ $3.000(P/F,10%,2)](A/P,10%,2)
= $8.643

2. Umur Ekonomi Aset Lama
Pembandingan aset baru dengan lama harus dilakukan secara hati-hati karena melibatkan umur yang berbeda. Aset lama harus dianggap memiliki umur lebih lama dibanding umur ekonomi sebenarnya sepanjang biaya marginalnya kurang dari EUAC minimum aset baru.
Jika tidak ada MV aset lama saat ini atau nanti (dan tidak ada pengeluaran untuk perbaikan) dan jika biaya operasi aset lama diperkirakan akan meningkat setiap tahun, maka sisa umur ekonomi yang menghasilkan EUAC paling kecil akan satu tahun.
Jika MV lebih besar dari nol dan diharapkan menurun dari tahun ke tahun, maka perlu dilakukan perhitungan sisa umur ekonomi. Penundaan (postponement) umumnya diartikan sebagai penundaan keputusan mengenai kapan akan melakukan penggantian, bukan mengenai keputusan untuk menunda penggantian sampai tanggal masa datang tertentu.

Contoh
Misalnya ingin diketahui berapa lama sebuah truk forklift harus dipertahankan kegunaannya sebelum diganti dengan truk forklift baru yang data-datanya diberikan pada contoh sebelumnya. Truk lama dalam kasus ini sudah berusia dua tahun, yang dibeli dengan biaya $13.000 dan memiliki MV yang dapat dicapai saat ini (realizable MV) sebesar $5.000. Jika dipertahankan, nilai pasar dan biaya tahunannya diperkirakan akan seperti berikut:

Tentukan periode paling ekonomis untuk tetap mempertahankan aset lama sebelum menggantinya dengan aset pengganti yang ada pada contoh sebelumnya. Biaya modal adalah 10% per tahun.

Jawaban
Penentuan umur ekonomi aset lama.

(*) tahun satu berdasarkan MV yang dapat dicapai sebesar $5.000.
Perhatikan bahwa EUAC minimum sebesar $7.000 berkaitan dengan mempertahankan aset lama satu tahun lagi. Namun, biaya marjinal mempertahankan truk untuk tahun kedua adalah sebesar $8.000, yang masih tetap lebih kecil dari EUAC minimum aset pengganti (yaitu $8.600 dari contoh sebelumnya). Biaya marjinal untuk mempertahankan aset lama pada tahun ketiga dan tahun selanjutnya lebih besar dari $8.600 EUAC minimum truk baru. Berdasarkan data yang ada saat ini, paling ekonomis untuk mempertahankan aset lama selama dua tahun lagi dan selanjutnya menggantinya dengan aset baru.

Perbandingan Ketika Masa Manfaat Aset Lama Berbeda Dengan Aset Pengganti.
Situasi ketiga terjadi ketika masa manfaat aset pengganti terbaik dan aset lama diketahui, atau dapat diestimasi, namun tidak memiliki nilai yang sama.
Ketika asumsi berulangan (repeatability) tidak dapat diterapkan, asumsi berakhir bersamaan (coterminated) dapat digunakan; asumsi ini menggunakan periode studi terbatas untuk semua alternatif. Jika pengaruh inasi akan dilibatkan dalam analisis penggantian, dianjurkan untuk menggunakan asumsi coterminated.

Contoh
Andaikan kita dihadapkan pada masalah penggantian yang sama dengan contoh di atas, kecuali bahwa periode masa manfaat yang dibutuhkan adalah (a) tiga tahun atau (b) empat tahun. Artinya, periode analisis terbatas dengan menggunakan asumsi coterminated digunakan. Untuk setiap kasus tersebut, alternatif mana yang harus dipilih?

Jawaban
(a) Untuk perencanaan tiga tahun, secara intuitif kita akan berpikir apakah aset lama harus dipertahankan tiga tahun lagi ataukah harus segera diganti dengan aset baru untuk digunakan tiga tahun kemudian. EUAC aset lama untuk tiga tahun adalah $7.966 dan EUAC aset baru untuk tiga tahun adalah $8.600. Berdasarkan hal ini, aset lama akan dipertahankan selama tiga tahun. Namun, ini tidaklah tepat. Dengan memfokuskan pada kolom “total biaya (marginal)”, kita dapat melihat bahwa aset lama memiliki biaya paling rendah pada dua tahun pertama, tetapi pada tahun ketiga aset lama ini memiliki biaya sebesar $9.100; sedangkan biaya tahun pertama aset pengganti adalah $9.000. Dengan demikian, akan lebih ekonomis untuk mengganti aset lama setelah tahun kedua. Kesimpulan ini dapat dibuktikan dengan menghitung semua kemungkinan penggantian dan biayanya yang terkait, untuk selanjutnya menghitung EUAC masing-masing.

(b) Untuk rentang perencanaan empat tahun, alternatif-alternatif tersebut beserta biaya-biayanya yang terkait untuk masing-masing tahun dan EUACnya ada dalam tabel dibawah ini.
Penentuan kapan untuk mengganti aset lama dengan rentang rencana empat tahun.

Jadi, alternatif paling ekonomis adalah mempertahankan aset lama selama dua tahun lagi kemudian menggantinya dengan aset baru, untuk dipertahankan dua tahun kemudian. Jika analisis penggantian melibatkan aset lama yang tidak dapat lagi digunakan akibat perubahan teknologi, keharusan perbaikan, dst, maka pilihan diantara dua atau lebih alternatif harus dibuat.


Sumber

Comments