Bab 3. Inflasi dan Perubahan Harga
3.1 Terminologi dan
Konsep-Konsep Dasar
A. Inflasi
merupakan kecenderungan naiknya harga barang-barang secara umum dan terjadi
secara terus menerus. Kenaikan harga satu atau beberapa barang tidak dapat
dikatakan bahwa terjadi inflasi. Selain itu, apabila kenaikan harga barang
terjadi secara temporer, maka hal itu tidak dapat dikatakan sebagai inflasi.
B. Jenis-Jenis Inflasi
Berdasarkan tingkat
keparahannya:
·
Inflasi Ringan, yaitu tingkat inflasi sampai dengan 10% atau 20%
setahun.
·
Inflasi Sedang, yaitu antara 10% s/d 30% setahun.
·
Inflasi Berat, yaitu antara 30% s/d 100% setahun.
·
Hiper Inflasi, yaitu di atas 100% setahun.
Berdasarkan sebab
terjadinya:
·
Kenaikan permintaan melebihi penawaran atau di atas kemampuan
berproduksi (Demand Pull Inflation).
·
Kenaikan biaya produksi (Cost
Push Inflation).
Berdasarkan sumber
terjadinya:
·
Inflasi dari dalam negeri (domestic
inflation).
Misalnya pemerintah mengalami defisit
anggaran belanja, kemudian pemerintah mencetak uang baru sehingga jumlah uang yang
beredar bertambah. Keadaan ini akan mendorong tingkat konsumsi masyarakat bila penawaran
barang tetap, maka hal ini akan mendorong kenaikan harga barang-barang.
·
Inflasi dari luar negeri (imported
inflation).
Contohnya sebuah negara masih bergantung dari impor
bahan baku dan barang negara lain. Apabila harga barang-barang yang diimpor itu
naik, maka biaya produksi meningkat dan yang akhirnya akan menaikkan harga jual
barang dan jasa.
C. Sebab-Sebab
Timbulnya Inflasi
Naiknya permintaan
masyarakat terhadap barang dan jasa.
Bila kenaikan permintaan ini tidak diimbangi dengan
penambahan volume barang dan jasa di pasar, maka hal ini akan berakibat pada
naiknya harga barang dan jasa. Jenis inflasi ini disebut demand pull inflation.
Kenaikan biaya
produksi.
Jika terjadi kenaikan harga bahan baku untuk sebuah
produksi naik, maka hal ini akan berdampak pada kenaikan biaya produksi,
akibatnya perusahaan juga menaikkan harga jual barang dan jasanya. Jenis
inflasi ini disebut cost push inflation.
Defisit anggaran
belanja (APBN).
Defisit APBN yang ditutup dengan percetakan uang baru
oleh Bank Indonesia, akan berakibat pada bertambahnya jumlah uang beredar.
Sehingga nilai uang akan berkurang.
Menurunnya nilai tukar
rupiah.
Menurunnya nilai tukar terhadap valuta asing, seperti
USD, Yen, Euro, akan berdampak pada tingginya harga barang-barang produksi
impor.
D. Teori-Teori Inflasi
1. Teori Kunatitas
(Irving Fisher)
Menurut teori kuantitas, apabila penawaran uang
bertambah maka tingkat harga umum juga akan naik. Hubungan langsung antara
harga dan kuantitas uang seperti yang digambarkan oleh teori kuantitas uang
sederhana dapat digunakan untuk menerangkan situasi inflasi.
2. Teori Keynes
Menurut Keynes, inflasi terjadi karena ada sebagian
masyarakat yang ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya. Proses inflasi
merupakan proses perebutan bagian rezeki di antara kelompok-kelompok sosial
yang menginginkan bagian lebih besar dari yang bisa disediakan oleh masyarakat
tersebut.
3. Teori Strukturalis
Teori ini memberikan perhatian besar terhadap struktur
perekonomian di negara berkembang. Inflasi di negara berkembang terutama
disebabkan oleh faktor-faktor struktur ekonominya. Menurut teori ini, kondisi
struktur ekonomi negara berkembang yang dapat menimbulkan inflasi adalah:
·
Ketidakelastisan penerimaan ekspor.
·
Ketidakelastisan penawaran atau produksi bahan makanan di dalam negeri.
E. Dampak Inflasi
Tingkat inflasi yang terlalu tinggi membawa dampak
yang tidak sedikit terhadap perekonomian, terutama tingkat kesejahteraan
masyarakat. Dampak inflasi tersebut, antara lain:
·
Turunnya pendapatan riil masyarakat.
·
Ketidakpastian pelaku ekonomi dalam pengambilan keputusan.
·
Dampak inflasi terhadap pemerataan pendapatan.
·
Dampak inflasi terhadap output (hasil produksi).
·
Mendorong penanaman modal spekulatif.
·
Menyebabkan tingkat bunga meningkat dan akan mengurangi investasi.
·
Menimbulkan ketidakpastian keadaan ekonomi di masa depan.
·
Menimbulkan masalah neraca pembayaran.
·
Tidak mendukung iklim investasi.
3.2 Inflasi atau Deflasi Harga
A. Pengertian Deflasi
Deflasi adalah suatu periode dimana harga-harga secara
umum jatuh dan nilai uang bertambah. Deflasi adalah kebalikan dari inflasi.
Bila inflasi terjadi akibat banyaknya jumlah uang yang beredar di masyarakat,
maka deflasi terjadi karena kurangnya jumlah uang yang beredar. Ada pula
deflasi didefinisikan sebagai meningkatnya permintaan terhadap uang berdasarkan
jumlah uang yang berada di masyarakat.
B. Penyebab Deflasi
1. Menurunnya persediaan uang di masyarakat.
2. Posisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
surplus.
3. Meningkatnya persediaan barang.
4. Naiknya permintaan uang.
3.3 Strategi Aplikasi
A. Upaya untuk Menekan
Inflasi
Secara umum terdapat dua kebijakan yang dilakukan
untuk menekan laju inflasi diantaranya kebijakan moneter dan kebijakan fiscal.
1. Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah kebijakan yang diambil bank
sentral untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar sehingga pada akhirnya akan
mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat. Ada beberapa macam kebijakan moneter
yaitu:
a. Politik Diskonto
Politik diskonto (discount policy) adalah
politik bank sentral untuk mempengaruhi peredaran uang dengan jalan menaikan
dan menurunkan tingkat bunga. Dengan menaikan tingkat bunga diharapkan jumlah
uang yang beredar di masyarakat akan berkurang, karena orang akan lebih banyak
menyimpan uangnya di bank dari pada menjalankan investasi. Sebaliknya, bank
sentral akan menurunkan suku bunga jika timbul deflasi. Dengan diturunkannya
suku bunga diharapkan masyarakat akan menarik uangnya dari bank karena bunga
tidak memadai.
b. Kebijakan Persediaan Kas (Cash Ratio Policy)
Bank sentral pada umumnya menentukan cash
ratio yaitu angka perbandingan minimum antara uang tunai yang dimiliki oleh
bank umum dengan jumlah uang giral (cek, giro dan sebagainya) yang dikeluarkan
oleh bank yang bersangkutan.
2. Kebijakan Fiskal
Pengaturan Pengeluaran Pemerintah
Dalam hal ini diharapkan penggunaan
anggaran negara agar sesuai dengan perencaan. Kalau pembelajaan Negara melampui
batas yang telah ditentukan, akan mendorong terjadinya pertambahan uang yang
beredar begitu juga sebaliknya.
Menaikan Tarif Pajak
Saat terjadi inflasi uang beredar lebih
banyak. Jumlah uang beredar tersebut dapat dikurangi dengan jalan menaikan
tariff pajak. Jika tarif pajak dinaikkan, uang yang dibelanjakan oleh
masyarakat berkurang. Namun harus diperhatikan agar tidak terjadi ketimpangan
atau ketidakadilan. Perlu diperhatikan golongan masyarakat mana yang dinaikkan
pajaknya.
Mengadakan Pinjaman Pemerintah
Pemerintah dapat mengadakan pinjaman pemerintah
baik dengan jalan paksaan ataupun tidak, untuk mengurangi uang yang beredar di
masyarakat, cara yang paling ampuh dilakukan untuk menyukseskan kebijakan ini
yaitu dengan jalan membekukan simpanan yang dimiliki oleh masyarakat yang ada
di bank. Dapat juga ditempuh dengan jalan memotong gaji pegawai negeri untuk di
tabung.
3. Kebijakan
Non-Moneter dan Non-Fiskal
Menaikan Hasil Produksi
Kenaikan hasil produksi dapat memperkecil
laju inflasi. Kenaikan hasil produksi dapat dilakukan dengan cara kebijakan
penurunan bea masuk. Hal ini akan berakibat impor barang meningkat.
Kebijakan Upah
Kebijakan upah adalah tindakan
menstabilkan upah dan gaji dengan cara gaji tidak sering dinaikan. Kenaikan
gaji dan upah akan menimbulkan kenaikan daya beli. Hal ini pada akhirnya
menaikan permintaan terhadap barang-barang secara keseluruhan. Apabila hal ini
terjadi, maka akan menimbulkan inflasi.
3.4 Konsep Kurs Mata Uang dan Daya Beli
A. Pendekatan
Fundamental atas Nilai Tukar
Pada intinya, pergerakan nilai tukar dipengaruhi oleh
faktor fundamental ekonomi. Setidaknya, terdapat dua faktor utama terkait
fundamental ekonomi dalam konteks nilai tukar. Pertama, adalah kondisi
fundamental yang menentukan nilai tukar berdasarkan kondisi dinamis di pasar
barang yang melahirkan konsep Purchasing Power Parity (PPP). Konsep PPP
menekankan asumsi bahwa pada dasarnya semua mata uang memiliki daya beli yang
sama di berbagai negara. Namun, perubahan agregat penawaran dan permintaan di
masing-masing negara yang akan mengubah daya beli mata uang suatu negara
relatif terhadap mata uang negara lainnya. Kedua, konsep yang berasal dari
dinamika di pasar aset yang melahirkan konsep Uncovered Interest Rate Parity
(UIP). UIP mengasumsikan bahwa imbal hasil atas kepemilikan aset akan
menyamakan nilai mata uang yang berbeda jika dikonversi ke dalam mata uang yang
sama.
Dinamika nilai tukar juga sangat dipengaruhi oleh
faktor pelaku pasar valas dan kondisi institusinya. Hal ini kemudian melahirkan
konsep penentuan nilai tukar berdasarkan pendekatan mikrostruktur. Meskipun
demikian, pendekatan ini tidak berarti mengabaikan faktor fundamental
sebagaimana disebutkan di atas. Pendekatan ini hanya bersifat suplemental dalam
menjelaskan nilai tukar.
Dalam rangka memahami lebih dalam mengenai nilai
tukar, juga perlu di tambah informasi yang memadai mengenai:
•
Kompleksitas ekonomi politik internasional.
•
Infrastruktur sosial dan ekonomi.
•
Karakteristik ekonomi, sosial, psikologis dan hal lain terkait pasar
valuta asing domestic.
Berbagai faktor fundamental termasuk pendekatan
mikrostruktur yang memengaruhi dinamika nilai tukar dapat diilustrasikan pada
gambar di bawah ini. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, ada tiga pendekatan
utama secara fundamental beserta indikatornya yang memengaruhi nilai tukar,
yaitu: kondisi paritas, pasar aset, dan neraca pembayaran.
B. Purchasing Power
Parity (PPP)
Mengacu pada “the law of one price” dan diasumsikan
barang homogen bergerak secara bebas antarnegara sehingga tidak timbul biaya
transportasi, dan lain-lain. Adapun konsep absolute PPP menyatakan bahwa daya
beli (purchasing power) dua mata uang terhadap suatu barang adalah sama. Dengan
demikian, PPP adalah perbandingan (rasio) tingkat harga di kedua Negara.
E = 1/(P/P*) = P/P*
Di mana: E = nilai tukar, P = harga barang di DN, P* =
harga barang yang sama di LN.
Sementara itu, konsep PPP relatif adalah persentase
perubahan nilai tukar dua negara dalam suatu periode sama dengan perbedaan
inflasi di kedua Negara.
pd - pf = e
Di mana: pd = inflasi domestic, pf = inflasi luar
negeri, e = perubahan nilai tukar (apresiasi/depresiasi).
Asumsi:
•
Barang yang diperdagangkan bersifat homogen dan harga barang nontraded
bersifat fleksibel.
•
Tidak ada hambatan perdagangan internasional.
•
Biaya transportasi yang relatif rendah atau tidak ada.
•
Tingkat inflasi yang setara.
Contoh:
Jika inflasi di AS naik 5% dan inflasi di Indonesia
naik 10%, maka berdasarkan PPP relatif (dalam kondisi paritas) rupiah akan
terdepresiasi sebesar 5% terhadap USD.
PPP relatif memiliki asumsi sebagai berikut: i) PPP
relatif (cenderung berlaku dalam jangka panjang); ii) Perhitungan nilai tukar
berdasarkan PPP cenderung hanya bersifat teori dasar dan common sense.
PPP memiliki berbagai kelemahan: i) adanya variabel
penentu lain di luar inflasi; dan ii) sulit terpenuhinya asumsi yang mendasari
teori.
C. Interest Rate
Parity (IRP)
Definisi Interest Rate Parity (IRP) yaitu perbedaan
suku bunga antara dua negara adalah sama dengan perubahan yang diharapkan
(ekspektasi) dalam nilai tukar dua mata uang. Dalam pendekatan IRP, penentuan
nilai tukar dipecah menjadi dua, yaitu uncovered interest parity (IRP), dan
covered interest parity (CIP).
C1. Uncovered Interest Rate Parity (UIP)
Konsep ini menjelaskan bahwa nilai tukar
kedepan akan ditentukan oleh besaran perbedaan suku bunga antarnegara mata uang
yang diperbandingkan. Formula ini lazim digunakan jika tidak ada risiko lain
yang diperkirakan akan timbul. Jika ada potensi risiko yang dipersepsikan
investor ke depan, maka formula ini tidak lagi berlaku. Formula UIP adalah
sebagai berikut:
id - if = E(e)
Di mana: id = suku bunga domestik (risk
free); if = suku bunga luar negeri (risk free); E(e) = ekspektasi perubahan
nilai tukar (apresiasi/depresiasi).
Contoh:
Jika suku bunga di AS adalah 2.5% dan suku
bunga di Indonesia sebesar 7.5%, maka berdasarkan IRP (dalam kondisi paritas),
rupiah diekspektasikan terdepresiasi sebesar 5% terhadap USD. Persamaan
mengasumsikan bahwa premi risiko adalah nol, yang merupakan kasus jika investor
risiko netral. Jika investor tidak risiko netral, maka rupiah bisa
terdepresiasi lebih besar dari 5% karena ada tambahan imbal hasil yang
diinginkan investor untuk menutupi potensi kerugian akan tambahan risiko yang
tidak netral tersebut.
C2. Covered Interest Rate Parity (CIP)
Dalam konsep CIP, nilai tukar tidak hanya
dipengaruhi perbedaan suku bunga antarnegara yang diperbandingkan, tapi juga
oleh besaran risiko yang terkait (risk premium).
id - if = E(e) + risk premium
Asumsi yang diterapkan dalam pendekatan
ini adalah sebagai berikut:
1. Aset finansial antar negara bersifat
homogeny.
2. Pasar valas efisien.
3. Tidak adanya kontrol terhadap modal.
4. Risiko melekat relatif kecil.
Sumber
Bab 4. Menghadapi Ketidakpastian
4.1 Definisi Resiko,
Ketidakpastian dan Sensitivitas
Menurut Robison
dan Barry (1987), risiko adalah peluang dari suatu kejadian yang dapat
diperhitungkan dan akan memberikan dampak negatif yang dapat menimbulkan
kerugian, sedangkan ketidakpastian adalah peluang dari suatu kejadian yang
tidak dapat diperhitungkan oleh pebisnis selaku pengambil keputusan.
Djohanputro (2006) menyatakan risiko sebagai ketidakpastian yang telah
diketahui tingkat probabilitas kejadiannya. Menurut Kountur (2004)
ketidakpastian ini terjadi akibat kurangnya atau tidak tersedianya informasi
yang menyangkut apa yang akan terjadi. Ketidakpastian yang dihadapi oleh
perusahaan dapat berdampak merugikan atau menguntungkan. Apabila ketidakpastian
yang dihadapi berdampak menguntungkan maka disebut dengan istilah kesempatan
(opportunity), sedangkan ketidakpastian yang berdampak merugikan disebut
sebagai risiko.
4.2 Sumber-Sumber Ketidakpastian
1. Data
Kehilangan data, data tidak dapat diandalkan,
penyajian data tidak tepat, data tidak konsisten, data subjektif, data
diperoleh dari kelailaian.
2. Pengetahuan pakar
a) Ketidakkonsistenan antara pakar yang
berbeda.
b) Kemasuk-akalan (“best guess” dari pakar).
c) Kualitas
I.
Pemahaman yang dalam pada pengetahuan causal (sebab akibat).
II.
Kualitas secara statistik (pengamatan).
d) Cakupan (hanya domain sekarang).
3. Representasi pengetahuan
a)
Keterbatasan model pada system riil.
b)
Keterbatasan pengungkapan dari
mekanisme representasi.
4. Proses inferensi
a)
Deduktif - hasil yang diperoleh secara
formal benar, tetapi salah pada system riil.
b)
Induktif - Konklusi baru tidak
ditemukan dengan baik.
c)
Metoda penalaran tidak valid
(unsound).
4.4 Analisis Titik
Impas
Break event point
adalah suatu keadaan dimana dalam suatu operasi perusahaan tidak mendapat
untung maupun rugi/impas (penghasilan = total biaya). Sebelum memproduksi suatu
produk, perusahaan terlebih dulu merencanakan seberapa besar laba yang
diinginkan. Dengan kata lain analisis titik impas merupakan analisis yang
digunakan untuk mengetahui hubungan antara biaya, volume penjualan dan profit.
Dalam analisis laporan keuangan kita dapat menggunakan rumus ini untuk
mengetahui:
1.
Hubungan antara penjualan, biaya, dan laba.
2.
Struktur biaya tetap dan variable.
3.
Kemampuan perusahaan memberikan margin unutk menutupi biaya tetap.
4.
Kemampuan perusahaan dalam menekan biaya dan batas dimana perusahaan tidak
mengalami laba dan rugi.
Contoh: Suatu perusahaan mengeluarkan biaya
tetap sebesar 160.000. Biaya variabel per unit 30. Harga jual per unit 70.
Kapasitas produksi maksimal 10.000 unit. Hitunglah BEP (Q)!
BEP
(Q) = FC
P - V = contribution margin = 70 – 30 =
40
BEP
(Q) = FC
Contribution
margin =
160.000/40 = 4000 unit
4.5 Analisis
Sensitivitas
Analisis
sensivitas merupakan analisis yang dilakukan untuk mengetahui akibat dari
perubahan parameter-parameter produksi terhadap perubahan kinerja system
produksi dalam menghasilkan keuntungan. Dengan melakukan analisis sentivitas
maka akibat yang mungkin terjadi dari perubahan-perubahan tersebut dapat diketahui dan
diantisipasi
sebelumnya. Contoh:
Perubahan biaya produksi dapat mempengaruhi tingkat kelayakan. Alasan
dilakukannya analisis sentivitas adalah untuk mengantisipasi adanya
perubahanperubahan berikut:
a)
Adanya cost over, yaitu kenaikan
biaya-biaya seperti biaya konstruksi, biaya bahan baku, produksi, dsb.
b)
Penurunan produktivitas.
c)
Mundurnya jadwal pelaksanaan proyek.
Tujuan Analisis Sensitivitas
Menilai apa yang
terjadi dengan hasil analisis kelayakan suatu kegiatan investasi atau bisnis
apabila terjadi perubahan di dalam perhitungan biaya atau manfaat.
1. Analisis
kelayakan suatu usaha ataupun bisnis perhitungan umumnya di dasarkan pada
proyeksi-proyeksi yang mengandung ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi
di waktu yang akan dating.
2. Analisis pasca
criteria investasi yang digunakan untuk melihat apa yang akan terjadi dengan
kondisi ekonomi dan hasil analisis bisnis jika terjadi perubahan atau
ketidaktepatan dalam perhitungan biaya atau manfaat.
Bisnis sangat
sensitivitas terhadap perubahan akibat beberapa hal:
1.
Harga
2.
Keterlambatan pelaksanaan
3.
Kenaikan biaya
4.
Ketidaktetapan dan perkiraan hasil
(produksi)
4.6 Analisis Sebuah
Usulan Investasi Proyek
A. Pengertian Investasi
Investasi
merupakan penanaman dana yang dilakukan oleh suatu perusahaan ke dalam suatu
aset (aktiva) dengan harapan memperoleh pendapatan di masa yang akan datang. Di
lihat dari jangka investasi waktunya, investasi dibedakan menjadi 3 macam yaitu
investasi jangka pendek, investasi jangka menengah, dan investasi jangka panjang.
Sedangkan dilihat dari segi aktivanya, investasi dibedakan ke dalam investasi
pada aktiva rill dan investasi pada aktiva non-rill (aktiva finansial).
Investasi pada aktiva rill misalnya investasi dalam tanah, gedung, mesin, dan
peralatan-peralatan. Adapun invesatsi investasi pada aktiva non-rill misalnya
investasi berjangka panjang untuk aktiva rill.
B. Menaksir Aliran Kas
1. Beberapa Pertimbangan dalam Menaksir Aliran Kas
Dalam analisis
keputusan investasi, ada beberapa langkah yang akan dilakukan:
a.
Menaksir aliran kas dari investasi
berikut.
b.
Menghitung biaya modal rata-rata
tertimbang.
c.
Mengevaluasi investasi tersebut dengan
kriteria investasi seperti pay-back period, NPV, dan IRR.
d.
Mengambil keputusan, apakah investasi
diterima atau tidak.
Dalam menaksir aliran kas, ada beberapa hal yang harus
dipertimbangkan:
a. Aliran Kas Versus Keuntungan Investasi
Fokus dari
manajemen keuangan dan analisis investasi adalah kas, bukannya keuntungan
investasi. Keuntunga investasi tidak selalu berarti aliran kas. sebagai contoh penjualan sebagian barangkali
merupakan kredit, sehingga belum ada kas yang masuk. Item biaya tertentu
seperti depresiasi, juga tidak melibatkan kas. dalam perhitungan depresiasi,
tidak ada aliran kas yang berpindah tangan. Contoh perhitungan ini menunjukkan
perbedaan antara aliran kas dengan keuntungan akuntansi.
Perbandingan
basis cash flow dengan laporan laba-rugi akuntasi.
Laporan Laba-Rugi
|
Kas Masuk/Keluar
|
|
Penjualan
|
Rp.150.000,00
|
Rp.150.000,00
|
Biaya tunai (kas)
Rp.70.000,00
|
Rp.120.000,00
|
(Rp.70.000,00)
|
Depresiasi
Rp.50.000,00
|
-
|
|
Laba sebelum
pajak
|
Rp.30.000,00
|
|
Pajak (40%)
|
Rp.12.000,00
|
Rp.12.000,00
|
Laba setelah
pajak
|
Rp.18.000,00
|
Rp.68.000,00
|
Aliran kas = Laba setelah pajak + depresiasi = 18.000
+ 50.000 = 68.000
Cara yang langsung bisa di lakukan dengan
mengidentifikasi item-item mana yang termasuk kas masuk dan mana yang termasuk
kas keluar. Sebagai contoh, jika penjualan dilakukan dengan kredit, maka
sebagaian penjualan akan menjadi kas pada bulan ini (atau tahun ini), sebagaian
lagi akan menjadi kas pada bulan (tahun) depan.
b. Incremental Cash Flow
Aliran kas yang akan kita perhitungkan adalah aliran
kas yang muncul karena keputusan menjalankan investasi yang sedang di
pertimbangkan. Aliran kas yang tidak relevan tidak akan masuk dalam analisis.
Aliran kas yang relevan tersebut diberi nama sebagai incremental cash flow.
Contoh aliran kas yang tidak relevan adalah sunk cost. Sunk cost adalah biaya
yang sudah tertanam, dan sudah hilang. Contoh sunk cost adalah biaya fesibility
study (studi kelayakan), biaya riset pemasaran. Biaya kesempatan (opportunity
cost) adalah item lain yang perlu di perhatikan. Sebagi contoh, jika suatu
usulan investasi dilakukan, investasi tersebut akan menggunakan gudang. Gudang
tersebut sebenarnya tidak bisa disewakan, dengan demikian biaya sewa yang
hilang tersebut harus dimasukkan sebagai elemen biaya.
c. Fokus pada
Keputusan Investasi
Dalam analisis investasi, fokus kita adalah ada pada
aliran kas yang di hasilkan melalui keputusan investasi. Aliran kas hasil dari
keputusan pendanaan harus di hilangkan dari analisis. Alasan lainnya adalah
keputusan pendanaan masuk ke dalam perhitungan tingkat discount rate yang di
pakai (WACC atau weighted average cost of capital). Jika bunga juga dimasukkan
ke dalam perhitungan aliran kas (sebagai pengurang aliran masuk), maka akan
terjadi proses double counting. Perhitungan aliran kas yang mengeluarkan efek
bunga (pendanaan) adalah:
Aliran kas = Laba bersih + Depresiasi + {(1-tingkat
pajak) x bunga}
4.7 Estimasi Optimis-Pesimistis
Dalam PERT, kita menggunakan distribusi peluang
berdasarkan tiga perkiraan waktu untuk setiap kegiatan, yaitu:
a. Waktu optimis
(optimistic time)
Waktu optimis yaitu waktu yang dibutuhkan oleh sebuah
kegiatan jika semua hal berlangsung sesuai rencana. Atau juga dapat di sebut
waktu minimum dari suatu kegiatan, dimana segala sesuatu akan berjalan baik,
sangat kecil kemungkinan kegiatan selesai sebelum waktu ini.
b. Waktu pesimis
(pessimistic time)
Waktu pesimis yaitu waktu yang dibutuhkan suatu
kegiatan dengan asumsi kondisi yang ada sangat tidak diharapkan. Atau juga
dapat di sebut adalah waktu maksimal yang diperlukan suatu kegiatan, situasi
ini terjadi bila nasib buruk terjadi.
4.8 Tingkat MARR yang Mempertimbangkan Resiko
MARR adalah tingkat suku bunga pengembalian minimum
yang menarik, di mana tingkat suku bunga tersebut akan dijadikan dasar atau
indikator keputusan manajemen sehubungan dengan pemilihan
alternatif-alternatif biaya (cost alternatives), manfaat (benefit alternatives)
atau kelayakan suatu investasi (feasibility study), Penentuan MARR harus
mempertimbangkan beberapa hal, yang akan dijelaskan sebagai berikut.
Cost of Capital (Biaya Modal)
Jika sumber biaya
investasi adalah dana pinjaman, maka penentuan MARR harus mempertimbangkan
faktor biaya modal (tingkat suku bunga pinjaman ditambah dengan faktor-faktor
resiko investasi). Karena return dari investasi yang dilakukan minimal harus
menutupi biaya modal yang digunakan. Selain itu jumlah uang yang tersedia, dan
sumber biaya dari mana dana tersebut diadakan (equity atau debt financing)
perlu dipertimbangkan juga.
Misalnya perusahaan A akan
membangun infrastruktur
nasional yang berbasis teknologi dengan modal investasi berupa pinjaman kredit
dari sebuah bank dengan tingkat bunga 60%/tahun, maka investasi yang dilakukan
dikatakan layak jika memberikan return sama atau lebih dari 60%/tahun atau
proyek investasi tersebut harus menghasilkan Net Present Value (NPV) atau Net
Equivalence Uniform Annual Cash Flow (EUAC) positif.
Cost of Opportunity Loss (Biaya Hilangnya Kesempatan)
Lain halnya bila
investasi yang dilakukan dengan menggunakan modal sendiri, maka penentuan MARR
harus mempertimbangkan biaya hilangnya kesempatan yang tidak diambil karena kita
memutuskan atau menjatuhkan pilihan pada alternatif lain.
Misalkan perusahaan A
pada tahun
2017
memutuskan untuk investasi senilai Rp. 100 Trilyun dengan modal sendiri, maka
investasi tersebut menghilangkan kesempatan perusahaan A untuk
memperoleh return.
Pada alternatif investasi lainnya,
misalnya membeli Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dengan suku bunga 70% /tahun (
= Rp. 70
Trilyun /tahun).
Risk Investment
Suatu investasi
akan mengandung resiko, berapapun kecilnya resiko tersebut. Besar kecilnya
resiko akan sangat tergantung pada kemampuan manajemen (investor) dalam memiliki
atau mencari informasi–informasi yang relevan dengan kegiatan investasi yang
dilakukan. Semakin sedikit informasi yang dimiliki semakin besar resiko
investasi yang harus ditanggung, demikian sebaliknya.
Jenis Organisasi dan Usaha
Suatu organisasi
akan memiliki opportunity dan resiko yang berbeda dalam melakukan kegiatan
investasi dengan organisasi lainnya. Demikian halnya dengan jenis usaha yang
dimasuki. Jenis usaha manufaktur dimungkinkan memiliki tingkat MARR yang
berbeda dengan usaha pertanian, perhotelan, dsb. Proyek pememrintah akan memiliki MARR
yang berbeda dengan jenis sektor industri yang kompetitif.
4.9 Penurunan Umur
Proyek
Definisi
manajemen proyek yang dikembangkan di sini didasarkan pada asumsi bahwa
kewajiban memanajemen itu muncul kapan saja pekerjaan proyek dibagi-bagi dalam
pekerjaan khusus dan dilakukan oleh dua orang atau lebih. Dalam keadaan semacam
itu, pekerjaan-pekerjaan khusus tersebut harus di koordinasi dan keharusan inilah
yang menimbulkan kewajiban untuk melaksanakan pekerjaan manajerial, yakni
proses manajerial
James A.F. Stoner
(1982) mengklasifikasikan tingkatan manajemen (Level of Management) sebagai
berikut:
1. By their level
in organization.
2. By the range
of organizational activities for which they are responsible.
Adakalanya tingkat manajemen diklasifikasikan atas:
a.
Manajemen puncak.
b.
Manajemen puncak-menengah.
c.
Manajemen menengah.
d.
Manajemen menengah operasional.
e.
Manajemen operasional.
James A.F. Stoner
(1986) menentukan tiga jenis dasar keterampilan manajerial yaitu: keterampilan teknik (technical skill),
keterampilan manusiawi (human skill), keterampilan konseptual (conceptual
skill). Fayol mengemukakan empat belas prinsip-prinsip manajemen, yaitu:
1.
Devision of York.
2.
Authority and Responsibility.
3.
Discipline.
4.
Unity of Command.
5.
Unity of Direction.
6.
Subordination of individual to general
interest.
7.
Remuneration.
8.
Centralization.
9.
Scalar chain atau hierarchy.
10. Order.
11. Equity.
12. Stability
of tenure.
13. Initiative.
14. Esprit
de corp.
Fayol mengatakan:
“Prinsip-prinsip tersebut bersifat fleksibel dan dapat disesuaikan menurut
kebutuhan. Persoalan bagaimana menggunakan prinsip-prinsip tersebut merupakan
seni yang sulit karena memerlukan intelegensi, pengalaman, pengambilan
keputusan dan pertimbangan (Kast dan Rosenzwight, 1983). Sedangkan mengenai
sumber daya manajemen menurut George R Terry antara lain adalah:
1.
Men
2.
Materials
3.
Methods
4.
Money
5.
Market
Calvert
menggambarkan daur proses manajemen, yang sekaligus memperlihatkan hubungan
antar fungsi manajemen, yang menciptakan mekanisme dan dinamika manajemen.
Fungsi-Fungsi Manajemen Proyek
Fungsi manajemen
proyek mengacu pada fungsi manajemen secara umum. Sebagai pedoman dalam modul
ini fungsi manajemen didasarkan
pada pendapat George R. Terry. George R. Terry memberikan empat fungsi
fundamental dari manajemen, yakni: Planning, Organizing, Actuating, Controlling
Arti penting
perencanaan proyek adalah karena perencanaan merupakan proses pemikiran kreatif
dan penentuan secara matang mengenai hal-hal berkenaan dengan
keputusan-keputusan proyek yang akan dilakukan di masa yang akan datang dalam
rangka pencapaian tujuan proyek yang telah ditentukan sebelumnya.
Untuk mencapai
tujuan perencanaan proyek secara efektif, perlu diperhatikan unsur-unsur perencanaan
proyek sebagai berikut:
a)
Tujuan (objectives), yaitu perumusan
secara jelas dan terperinci mengenai sasaran yang akan dicapai;
b)
Kebijakan (policy), yaitu garis-garis
besar cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan/sasaran yang telah
ditetapkan;
c)
Prosedur (procedure), yaitu pembagian
tugas serta hubungan-hubungan ke atas dan kesamping antara pelaksana-pelaksana
perencanaan;
d)
Evaluasi kemajuan, yaitu penentuan
norma-norma dan standar untuk mengukur kemajuan, secara kuantitatif, kualitatif
dan unsur waktu;
e)
Program, yaitu keseluruhan rencana dan
urutan-urutan kegiatan yang akan dilaksanakan.
Pengawasan
sebagai salah satu fungsi manajemen diperlukan terutama untuk menjawab
pertanyaan apakah kegiatan-kegiatan yang sedang berjalan sesuai dengan
rencana dan tujuan yang telah ditetapkan. Pengawasan proyek diartikan sebagai
usaha menentukan apa yang sedang dilaksanakan dengan cara menilai
hasil/prestasi yang dicapai dan kalau terdapat penyimpangan dari standar yang
telah ditentukan, maka segera diadakan usaha perbaikan, sehingga semua
hasil/prestasi proyek yang dicapai sesuai dengan rencana.
Jenis atau bentuk pengawasan dapat dibedakan menurut:
1.
Pengawasan
menurut locus
Menurut
lokusnya maka dibedakan antara pengawasan intern dan pengawasan ekstern.
Pengawasan ekstern adalah pengawasan yang dilakukan oleh pihak luar organisasi.
2.
Pengawasan
menurut aktor
Pengawasan
dapat juga dibedakan menurut aktor atau siapa yang melaksanakan. Pertama,
pengawasan oleh kelompok pemeriksa fungsional dan kedua pengawasan individual
atau personal.
3.
Pengawasan
menurut bidang
Jenis
atau bentuk pengawasan dapat dibedakan menurut bidang yang diawasi, misalnya:
anggaran belanja (budgetary and non budgetary financial control), produksi,
pembiayaan, kualitas, pemasaran dan sebagainya.
Manfaat, Biaya dan Umur Proyek
Ada 3 manfaat
proyek,
yaitu:
1.
Manfaat langsung (direct benefits)
2.
Manfaat tak langsung (indirect
benefits)
3.
Manfaat tak kentara (intangible
benefits)
Manfaat langsung
dari suatu proyek maksudnya adalah kenaikan nilai hasil produksi barang atau
jasa atau penurunan biaya sebagai akibat langsung dari proyek. Kenaikan nilai
hasil produksi tersebut dapat berupa meningkatnya jumlah hasil (kuantitas) dan
atau meningkatnya mutu produksi (kualitas).
Manfaat tak
langsung adalah manfaat yang ditimbulkan secara tidak langsung dari suatu
proyek yang merupakan multiplier effects dari proyek. Dapat dikatakan bahwa
manfaat tidak langsung mencakup dampak ganda (multiplier effects), manfaat
karena besarnya usaha (economic scales), manfaat dari peningkatan pendidikan
dan kesehatan terhadap produktivitas tenaga kerja dan sebagainya.
Manfaat tak
kentara dari suatu proyek adalah manfaat yang sukar untuk diukur secara
kuantitatif misalnya dengan uang. Beberapa dari manfaat tak kentara tersebut di
antaranya muncul dalam bentuk perbaikan lingkungan hidup, manfaat dari
perbaikan pemerataan pendapatan, manfaat dari meningkatnya kesejahteraan
masyarakat dan sebagainya.
Biaya atau
pengeluaran proyek (project expenditure) adalah hanya biaya-biaya
atau ongkos-ongkos yang akan dikeluarkan di masa yang akan datang (future
costs) untuk memperoleh penghasilan-penghasilan yang akan datang (future
returns).
Proyek dapat
dibedakan ke dalam dua bentuk umum, yaitu proyek publik dan proyek swasta. Prof
Soemardi Reksopoetranto mengelompokkan proyek-proyek pembangunan ke dalam dua
kelompok besar yaitu:
1. Padat modal
(capital intensive)
2. Padat karya
(labour intensive)
Umur ekonomis
sesuatu asset adalah jumlah tahun selama pemakaian aset tersebut dapat
meminimumkan biaya tahunannya. Untuk proyek-proyek yang mempunyai investasi
modal yang besar, lebih mudah untuk menggunakan umur teknis.
Sumber
Bab 5. Analisis
Penggantian
Analisis Penggantian
Analisis penggantian (replacement analysis) adalah
salah satu metode ekonomi yang digunakan untuk menganalisis umur ekonomis
sebuah peralatan selama umur pakai peralatan tersebut. Parameter-parameter yang
dipertimbangkan dalam analisis penggantian peralatan adalah biaya investasi,
biaya penyusutan, biaya pemeliharaan, biaya pengoperasian, nilai sisa dengan
mempertimbangkan nilai uang terhadap waktu.
Analisis ini berupa pertanyaan mengenai apakah harus
menghentikan penggunaan sebuah aset tanpa dilakukan penggantian (abandonment)
atau tetap mempertahankan aset tersebut sebagai cadangan (back-up) daripada
sebagai penggunaan utama. Keputusan dapat berupa pertanyaan apakah keharusan
perubahan tersebut dapat dipenuhi dengan memperbesar kapasitas atau kemampuan
aset yang sudah ada saat ini atau harus mengganti aset yang ada saat ini (aset
lama), yang secara deskriptif sering disebut sebagai defender, dengan sebuah aset baru. Satu atau lebih alternatif aset
pengganti (baru) kemudian disebut sebagai penantang (challenger).
5.1 Alasan-Alasan Analisis Penggantian
Berikut ini beberapa alasan mengapa proses penggantian
suatu peralatan perlu dilakukan.
1. Adanya peningkatan permintaan terhadap suatu produk
sehingga dibutuhkan fasilitas produksi yang memiliki kapasitas yang lebih
besar. Tuntutan untuk memperbesar kapasitas produksi bisa dipenuhi dengan
menambah alat-alat baru dan tetap menggunakan fasilitas yang lama, atau
mengganti alat-alat yang lama dengan alat-alat yang baru yang bisa memenuhi
kebutuhan kapasitas. Keputusan seperti ini membutuhkan analisis ekonomis dari
penggantian.
2. Kebutuhan untuk perawatan pada alat-alat yang
dimiliki sudah berlebihan sehingga alat tersebut dinilai tidak ekonomis untuk
dipakai, walaupun secara fisik masih tetap berfungsi. Ongkos-ongkos perawatan
dan operasional untuk suatu peralatan akan terus meningkat dengan bertambahnya
masa pakai dari alat tersebut. Di sisi lain, ongkos investasi akan berkurang
dengan semakin lamanya pemakaian alat tersebut. Oleh karenanya ada suatu saat
dimana ongkos-ongkos perawatan meningkat lebih cepat dari kontribusi penurunan
ongkos investasi, sehingga dikatakan bahwa pada saat-saat seperti itu ongkos
perawatan sudah berlebihan.
3. Terjadi penurunan fungsi fisik peralatan sehingga
akan berakibat menurunnya efisiensi operasi dari alat tersebut.
Beberapa hal yang merupakan penurunan fungsi fisik
akibat pemakaian dari suatu alat adalah:
•
Penurunan output baik ditinjau dari kuantitas yang bisa dihasilkan dalam
suatu satuan waktu maupun kualitas dari outputnya.
•
Peningkatan kebutuhan bahan bakar dan peningkatan persentase material
yang terbuang sehingga berakibat pada peningkatan ongkos-ongkos operasional.
•
Peningkatan kebutuhan suku cadang dan tenaga perawatan yang berarti
bahwa ongkos-ongkos perawatan meningkat.
•
Kerusakan alat terjadi lebih sering dan setiap kerusakan membutuhkan
waktu yang lebih lama untuk memperbaikinya.
•
Penurunan kualitas kerja dari peralatan, misalnya terjadinya perbedaan
dari suatu dimensi produk yang dihasilkan karena timbulnya keausan pada
bagian-bagian mesin produksi.
4. Adanya alternatif untuk menyewa suatu peralatan dan
kebijakan ini lebih ekonomis dari membeli atau memiliki sendiri alat tersebut.
5. Terjadinya keusangan (obsolescence) dari suatu
peralatan karena berkembangnya alat-alat baru dengan tingkat teknologi yang
lebih canggih dan efisien.
Beberapa hal yang bisa digolongkan sebagai penyebab
usangnya suatu peralatan adalah:
•
Peralatan tersebut tidak lagi diperlukan.
•
Operator dari peralatan tersebut sulit diperoleh.
•
Tersedianya alat sejenis yang baru dimana bisa menghasilkan produk yang
lebih disukai di pasaran.
•
Tersedianya alat sejenis yang baru dimana bisa beroperasi dengan
ongkos-ongkos operasional dan perawatan yang lebih rendah.
•
Tersedianya alat sejenis yang baru dimana bisa beroperasi dengan
produktivitas yang lebih tinggi.
Penurunan fungsi fisik dan keusangan suatu peralatan
bisa terjadi secara independen ataupun bisa berkaitan antara satu dengan yang
lainnya. Tidak ada suatu metode standar yang bisa dipakai untuk
mengkuantifikasikan penurunan fungsi fisik maupun keusangan dari suatu
peralatan. Untuk menentukan karakteristik penurunan fisik ataupun keusangan
suatu peralatan dibutuhkan observasi dan analisis data dengan seksama.
5.2 Faktor-Faktor yang Harus Dipertimbangkan
dalam Analisis Penggantian
Kesalahan hasil analisis akan sangat mempengaruhi
keputusan yang logis, sehingga ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan
dalam analisis penggantian.
1. Kesalahan Estimasi
Masa Lalu
Setiap kesalahan estimasi yang dibuat pada analisis
sebelumnya terhadap aset lama tidaklah relevan (kecuali terdapat implikasi
pajak penghasilan). Contoh: ketika nilai buku (BV) sebuah aset lebih besar
daripada nilai pasar (MV) masa sekarang, perbedaannya seringkali dianggap
sebagai sebuah kesalahan estimasi. “Kesalahan” tersebut juga timbul ketika
kapasitas tidak lagi mencukupi, biaya pemeliharaan lebih tinggi dari yang
diantipasi, dsb. Faktanya adalah bahwa kerugian tersebut telah terjadi, mampu
atau tidak mampu ditanggung, dan kerugian ini tetap timbul tanpa melihat apakah
penggantian dilakukan atau tidak.
2. Perangkap Sunk Cost
(Biaya Tertanam)
Sunk cost adalah ongkos yang terjadi pada masa yang
lalu dan tidak akan tertutupi sehingga tidak dipertimbangkan dalam
analisis-analisis ekonomi teknik yang berkaitan dengan kondisi masa yang akan
datang. Dalam analisis penggantian, konsep sunk cost juga diabaikan karena
hanya kondisi mendatang dari suatu aset yang akan dipertimbangkan. Sunk cost pada
analisis penggantian didefinisikan sebagai berikut:
Sunk cost = nilai buku
saat ini - nilai jual saat ini
Nilai buku suatu aset adalah nilai aset tersebut pada
suatu saat yang tercantum dalam catatan akuntansi, yaitu nilai awal dari aset
tersebut setelah dikurangi dengan total depresiasi yang telah terjadi sampai
saat itu. Dalam studi analisis penggantian, nilai jual asetlah yang akan
dijadikan dasar pertimbangan. Jadi, nilai awal, nilai buku, dan ongkos-ongkos
penggantian tidak relevan dalam analisis penggantian. Dengan demikian maka sunk
cost tidak perlu disertakan dalam perbandingan ekonomi yang berkaitan dengan
analisis penggantian.
Walaupun pada dasarnya sunk cost tidak bisa ditutupi
pada masa-masa berikutnya, banyak analisis yang cenderung mengalokasikan sunk
cost ini pada nilai awal dari challenger. Cara ini tentunya akan memberatkan
challenger karena harus menanggung sejumlah biaya yang sebenarnya merupakan
akibat dari kesalahan estimasi yang terjadi pada defender.
3. Sudut Pandang Pihak
Luar
Pendekatan dengan sudut pandang pihak luar cukup
obyektif dan lebih disukai karena akan membandinghan performansi ekonomi dari
aset yang dimiliki (defender) dan alternatif pembandingnya (challenger) sebagai
layaknya pihak ketiga yang bertindak seolah-olah. tidak memiliki aset tersebut.
Dengan berlaku sebagai pihak ketiga maka pengambil keputusan akan bebas
menentukan apakah ia akan memilih defender dengan ongkos awal sebesar harga
jualnya pada saat itu atau memilih challenger sebagai alternatif lain.
Pada dasarnya pendekatan ini menganggap nilai sisa
(nilai jual) dari suatu aset pada saat itu merupakan ongkos investasi dari
defender. Konsep ini sejalan dengan pengertian ongkos kesempatan. Hal ini jelas
karena dengan tetap memilih defender berarti perusahaan akan kehilangan
kesempatan untuk memperoleh uang sebesar nilai sisa aset tersebut pada saat
itu.
4. Umur Ekonomis Suatu
Aset
Perhitungan umur ekonomis suatu aset berguna untuk
memperkirakan kapan aset tersebut sebaiknya diganti. Penggantian akan dilakukan
apabila secara ekonomis memang lebih baik daripada tetap menggunakan aset yang
lama (defender).
Umur ekonomis suatu aset adalah titik waktu dimana
total ongkos-ongkos tahunan yang terjadi adalah minimum. Total ongkos-ongkos
tahunan ini terdiri dari ongkos-ongkos tahunan yang dikonversi dari ongkos awal
maupun ongkos-ongkos tahunan dari biaya operasi dan perawatan. Ongkos-ongkos
tahunan untuk operasi dan perawatan biasanya meningkat dengan berjalannya waktu
pemakaian dari alat tersebut, sedangkan ongkos-ongkos tahunan dari biaya
investasi akan menurun dengan semakin panjangnya masa pakai dari aset atau alat
tersebut.
Karena analisis penggantian akan menbandingkan
defender dan challenger atas dasar umur ekonomisnya maka sebelum dibandingkan
kita harus memusatkan perhatian pada perhitungan umur ekonomisnya. Perhitungan
umur ekonomis akan mudah dilakukan bila aliran kas bisa diprediksi dengan
tingkat kepastian yang tinggi. Analisis ini hanya akan melibatkan perhitungan
ongkos-ongkos ekuivalen tahunan pada setiap akhir tahun selama umur dari aset
yang bersangkutan. Secara alamiah, ongkos-ongkos ekuivalen tahunan akan menurun
dengan naiknya masa pakai suatu aset. Penurunan ini hanya akan terjadi sampai
masa pakai tertentu, selanjutnya, bila masa pakainya dinaikkan maka ongkos-ongkos
ini akan meningkat.
5.3 Masalah Penggantian yang Khas
Contoh Analisis
Penggantian karena Peningkatan Kebutuhan Kapasitas
Walaupun secara fisik suatu peralatan masih cukup
baik, efisien, dan up to date, sering kali kita harus melakukan analisis
penggantian apabila ada peningkatan kapasitas produksi yang harus ditangani,
yang tidak lagi cukup dikerjakan dengan alat yang ada. Analisis penggantian
pada kasus yang seperti ini biasanya ditujukan untuk menjawab pertanyaan apakah
peningkatan kapasitas ini akan diantisipasi dengan menambah alat lain pada alat
yang ada atau mengganti alat yang ada dengan yang baru yang mampu bekerja pada
kapasitas yang dibutuhkan. Berikut ini adalah salah satu contoh permasalahan
analisis penggantian karena kebutuhan peningkatan kapasitas.
Contoh
Setahun yang lalu sebuah perusahaan manufaktur membeli
motor 10 hp, untuk mengerakkan belt konveyor yang dimilikinya. Karena kebutuhan
yang lebih tinggi, perusahaan perlu meningkatkan kemampuan dan panjang belt
konveyor sehingga motor yang dayanya 10 hp tidak lagi cukup untuk
menggerakkannya. Setelah dilakukan perhitungan, belt konveyor ini membutuhkan
daya penggerak 20 hp. Secara teknis, daya ini bisa diperoleh dengan menambah
satu motor lagi yang dayanya 10 hp. Alternatif lainnya adalah menjual motor
yang lama dan menggantinya dengan yang baru yang memiliki daya 20 hp.
Motor yang dimiliki sekarang dibeli setahun yang lalu
dengan harga Rp. 840 ribu dan masih bisa bekerja pada efisiensi penuh 88% dan
harga jual yang pas pada saat ini adalah Rp. 540 ribu. Motor yang sama pada
saat ini harganya Rp. 880 ribu. Motor dengan daya 20 hp harganya Rp. 1560 ribu
dengan efisiensi 90%. Belt konveyor diharapkan bisa bekerja selama 2000 jam per
tahun dan mengkonsumsi arus listrik seharga Rp. 30 per kwh.
Ongkos-ongkos perawatan dan operasional (selain arus
listrik) adalah Rp. 70 ribu per tahun untuk motor 10 hp dan Rp. 100 ribu per
tahun untuk motor 20 hp. Pajak dan asuransi dikenakan sebesar 1% dari harga
awal. Bunga yang berlaku ditetapkan 6%. Motor yang baru diperkirakan memiliki
umur 10 tahun dengan nilai sisa sebesar 20% dari harga awalnya. Motor yang
dimiliki saat ini diestimasikan memiliki umur total 11 tahun (sehingga sisa
umurnya 10 tahun). Dengan menggunakan analisis penggantian, tentukanlah
alternatif mana yang sebaiknya dipilih.
Solusi
Pemilihan
alternatif ini akan dilakukan dengan membandingkan ongkos-ongkos ekuivalen tahunan
pada kedua alternatif.
a.
Alternatif pertama: Menambah motor dengan daya
10 hp pada motor yang ada
·
Motor 10 hp yang sekarang:
-
Ongkos tahunan dari capital recovery:
(540.000-168.000)(A/P,6%,10)+168.000(0,06) = Rp. 60.640
-
Biaya arus listrik:
=
Rp. 508.640
- Ongkos
perawatan dan operasional =
Rp. 70.000
- Pajak
dan asuransi, Rp. 840.000 x 0,01 =
Rp. 8.400
·
Motor 10 hp yang baru:
- Ongkos
tahunan dari capital recovery:
(880.000
– 176.000) (A/P,6%, 10) + 176.000 (0,06) =
Rp. 106.240
- Biaya
arus listrik
=
Rp. 508.640
- Ongkos
perawatan dan operasional =
Rp. 70.000
- Pajak
dan asuransi, Rp. 880.000 x 0,01 =
Rp. 8.800
Ongkos
ekuivalen tahunan untuk alternatif ini =
Rp. 1.341.360
b. Alternatif kedua, menjual
motor 10 hp yang dimiliki dan menggantinya dengan motor 20 hp.
- Ongkos
tahunan dari capital recovery:
(1.560.000
– 312.000) (A/P,6%,10) + 312.000
- Biaya
arus listrik
=
Rp. 996.670
- Ongkos
perawatan dan operasional =
Rp. 100.000
- Pajak
dan asuransi, Rp. 1.560.000 x 0,01 =
Rp. 15.600
Ongkos
ekuivalen tahunan untuk alternatif ini =
Rp. 1.298.590
Dengan
analisis di atas dapat dikatakan bahwa alternatif kedua lebih baik. Artinya,
perusahaan sebaiknya menjual motor 10 hp yang dimiliki dan menggantinya dengan
motor 20 hp. Kebijakan ini akan memberikan penghematan sebesar 1.341,36 ribu -
1.298,59 ribu = Rp. 42,77 ribu per tahun.
Nilai
sebesar Rp. 540 ribu dianggap sebagai nilai awal pada motor 10 hp yang dimiliki
karena bila motor ini dijual, perusahaan akan memperoleh uang sebesar Rp. 540
ribu. Artinya, nilai motor tersebut saat ini adalah Rp. 540 ribu. Dengan
menggunakan prinsip sudut pandang pihak ketiga maka alternatif pertama akan
dianggap membutuhkan investasi sebesar 540 ribu + 880 ribu = Rp. 1420 ribu dan
alternatif kedua membutuhkan investasi sebesar Rp. 1560 ribu. Karena alternatif
kedua ternyata lebih baik, maka bisa dikatakan bahwa kelebihan investasi
sebesar 1560 ribu - 1420 ribu = Rp. 140 ribu pada alternatif kedua akan
menghasilkan ROR lebih besar dari 6% setahun.
5.4 Menentukan Umur
Ekonomi Aset Baru dan Lama
1. Umur Ekonomi Aset Baru
Umur ekonomi aset
akan meminimasi ekuivalen biaya tahunan seragam (equivalent uniform annual cost
– EUAC) kepemilikan dan pengoperasian aset. Sangat penting untuk mengetahui
umur ekonomi aset baru (penantang) berdasarkan prinsip bahwa aset baru dan aset
lama harus dibandingkan berdasarkan umur ekonomi (optimum) mereka.
Sangat penting
mengetahui umur ekonomi, EUAC minimum dan total biaya tahun demi tahun atau
biaya tambahan untuk aset baru maupun aset lama sehingga keduanya dapat
dibandingkan berdasarkan evaluasi terhadap umur ekonomi dan biaya yang paling
hemat keduanya.Untuk sebuah aset baru, umur ekonominya dapat dihitung jika
investasi modal, biaya
tahunan dan nilai pasar per tahun diketahui atau dapat diestimasi.
Analisis sebelum pajak
PWk (i%) = I –
MVk (P/F,i%,k) + SEj (P/F,i%,j)
TCk (i%) = MVk-1
– MVk + iMVk-1 + Ek
Contoh
Sebuah truk
forklift baru akan memerlukan investasi sebesar $20.000 dan diharapkan memiliki
nilai pasar akhir tahun serta biaya tahunan seperti diperlihatkan pada tabel
dibawah ini. Jika MARR sebelum pajak adalah 10% per tahun, berapa lama aset
tersebut harus dipertahankan kegunaannya?
Jawab
Penentuan umur ekonomi N sebelum pajak aset baru:
Asumsi: semua
arus kas terjadi pada setiap akhir tahun.
Kolom 3:
Penyusutan aktual untuk setiap tahun adalah perbedaan antara nilai pasar awal
dan akhir tahun. Penyusutan untuk masalah ini tidak dihitung berdasarkan metode
formal, namun didasarkan pada hasil kekuatan ekspektasi pasar.
Kolom 4:
Opportunity cost modal pada tahun k adalah 10% dari modal yang tidak direcover
(diinvestasikan dalam aset) pada awal masing-masing tahun.
Kolom 7:
Equivalent uniform annual cost (EUAC) yang akan timbul setiap tahun jika aset
tersebut dipertahankan penggunaannya sampai tahun k, dan selanjutnya digantikan
pada akhir tahun. EUAC minimum terjadi pada akhir tahun N*. R Pada aset disini
memiliki EUAC minimum jika dipertahankan kegunaannya hanya selama tiga tahun
(yaitu N*=3).
EUAC2 (10%)=
$20.000(A/P,10%,2)-$11.250(A/F,10%,2) + [$2.000(P/F,10%,1)
+
$3.000(P/F,10%,2)](A/P,10%,2)
= $8.643
2. Umur Ekonomi Aset Lama
Pembandingan aset
baru dengan lama harus dilakukan secara hati-hati karena melibatkan umur yang
berbeda. Aset lama harus dianggap memiliki umur lebih lama dibanding umur
ekonomi sebenarnya sepanjang biaya marginalnya kurang dari EUAC minimum aset
baru.
Jika tidak ada MV
aset lama saat ini atau nanti (dan tidak ada pengeluaran untuk perbaikan) dan
jika biaya operasi aset lama diperkirakan akan meningkat setiap tahun, maka
sisa umur ekonomi yang menghasilkan EUAC paling kecil akan satu tahun.
Jika MV lebih
besar dari nol dan diharapkan menurun dari tahun ke tahun, maka perlu dilakukan
perhitungan sisa umur ekonomi. Penundaan (postponement) umumnya diartikan
sebagai penundaan keputusan mengenai kapan akan melakukan penggantian, bukan mengenai keputusan untuk menunda
penggantian sampai tanggal masa datang tertentu.
Contoh
Misalnya ingin
diketahui berapa lama sebuah truk forklift harus dipertahankan kegunaannya
sebelum diganti dengan truk forklift baru yang data-datanya diberikan pada
contoh sebelumnya. Truk lama dalam kasus ini sudah berusia dua tahun, yang
dibeli dengan biaya $13.000 dan memiliki MV yang dapat dicapai saat ini
(realizable MV) sebesar $5.000. Jika dipertahankan, nilai pasar dan biaya
tahunannya diperkirakan akan seperti berikut:
Tentukan periode
paling ekonomis untuk tetap mempertahankan aset lama sebelum menggantinya
dengan aset pengganti yang ada pada contoh sebelumnya. Biaya modal
adalah 10% per tahun.
Jawaban
Penentuan umur ekonomi aset lama.
(*) tahun satu
berdasarkan MV yang dapat dicapai sebesar $5.000.
Perhatikan bahwa
EUAC minimum sebesar $7.000 berkaitan dengan mempertahankan aset lama satu
tahun lagi. Namun, biaya marjinal mempertahankan truk untuk tahun kedua adalah
sebesar $8.000, yang masih tetap lebih kecil dari EUAC minimum aset pengganti
(yaitu $8.600 dari contoh sebelumnya). Biaya marjinal untuk mempertahankan aset
lama pada tahun ketiga dan tahun selanjutnya lebih besar dari $8.600 EUAC
minimum truk baru. Berdasarkan data yang ada saat ini, paling ekonomis untuk
mempertahankan aset lama selama dua tahun lagi dan selanjutnya menggantinya
dengan aset baru.
Perbandingan Ketika Masa Manfaat Aset Lama Berbeda Dengan Aset
Pengganti.
Situasi ketiga
terjadi ketika masa manfaat aset pengganti terbaik dan aset lama diketahui,
atau dapat diestimasi, namun tidak memiliki nilai yang sama.
Ketika asumsi
berulangan (repeatability) tidak dapat diterapkan, asumsi berakhir bersamaan
(coterminated) dapat digunakan; asumsi ini menggunakan periode studi terbatas
untuk semua alternatif. Jika pengaruh inasi akan dilibatkan dalam analisis
penggantian, dianjurkan untuk menggunakan asumsi coterminated.
Contoh
Andaikan kita
dihadapkan pada masalah penggantian yang sama dengan contoh di atas, kecuali
bahwa periode masa manfaat yang dibutuhkan adalah (a) tiga tahun atau (b) empat
tahun. Artinya, periode analisis terbatas dengan menggunakan asumsi
coterminated digunakan. Untuk setiap kasus tersebut, alternatif mana yang harus
dipilih?
Jawaban
(a) Untuk
perencanaan tiga tahun, secara intuitif kita akan berpikir apakah aset lama
harus dipertahankan tiga tahun lagi ataukah harus segera diganti dengan aset
baru untuk digunakan tiga tahun kemudian. EUAC aset lama untuk tiga tahun
adalah $7.966 dan EUAC aset baru untuk tiga tahun adalah $8.600. Berdasarkan
hal ini, aset lama akan dipertahankan selama tiga tahun. Namun, ini tidaklah
tepat. Dengan memfokuskan pada kolom “total biaya (marginal)”, kita dapat
melihat bahwa aset lama memiliki biaya paling rendah pada dua tahun pertama, tetapi
pada tahun ketiga aset lama ini memiliki biaya sebesar $9.100; sedangkan biaya
tahun pertama aset pengganti adalah $9.000. Dengan demikian, akan lebih
ekonomis untuk mengganti aset lama setelah tahun kedua. Kesimpulan ini dapat
dibuktikan dengan menghitung semua kemungkinan penggantian dan biayanya yang
terkait, untuk selanjutnya menghitung EUAC masing-masing.
(b) Untuk rentang
perencanaan empat tahun, alternatif-alternatif tersebut beserta biaya-biayanya
yang terkait untuk masing-masing tahun dan EUACnya ada dalam tabel dibawah ini.
Penentuan kapan
untuk mengganti aset lama dengan rentang rencana empat tahun.
Jadi, alternatif
paling ekonomis adalah mempertahankan aset lama selama dua tahun lagi kemudian
menggantinya dengan aset baru, untuk dipertahankan dua tahun kemudian. Jika
analisis penggantian melibatkan aset lama yang tidak dapat lagi digunakan
akibat perubahan teknologi, keharusan perbaikan, dst, maka pilihan diantara dua
atau lebih alternatif harus dibuat.
Sumber
Comments
Post a Comment