BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Politik
nasional diartikan sebagai kebijakan umum dan pengambilan kebijakan untuk
mencapai suatu cita-cita dan tujuan nasional. Dengan demikian definisi politik
nasional adalah asas, haluan, usaha serta kebijaksanaan Negara tentang
pembinaan (perencanaan, pengembangan, pemeliharaan dan pengendalian) serta
penggunaan kekuatan nasional untuk mencapai tujuan nasional.
Dengan
ini saya sebagai penulis akan merangkum beberapa hal mengenai ketahanan
nasional dari berbagai sumber.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Apa pengertian politik, negara, kekuasaan,
pengambil keputusan, kebijakan umum, distribusi kekuasaan?
2. Apa pengertian strategi, politik dan strategi
nasional?
3. Apa saja dasar pemikiran penyusunan Polstranas?
4. Bagaimana penyusunan politik
dan strategi nasional?
5. Bagaimana stratifikasi
politik dan strategi nasional dan daerah?
6. Bagaimana politik pembangunan
nasional dan manajemen
nasional?
7. Apa itu Otonomi Daerah?
8. Apa itu Masyarakat Madani (civil society)?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Politik dan Strategi Nasional
2.1.1 Pengertian politik, negara, kekuasaan, pengambil keputusan,
kebijakan umum, distribusi kekuasaan
1. Pengertian Politik
Politik
adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara
lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian
ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai
hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.
Di
samping itu, politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda. Yaitu
antara lain:
1.
Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan
bersama (teori klasik Aristoteles)
2.
Politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara
3.
Politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan
kekuasaan di masyarakat
4.
Politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan
kebijakan publik.
2. Pengertian Negara
Negara
adalah suatu wilayah di permukaan bumi yang kekuasaannya baik politik, militer,
ekonomi, sosial maupun budayanya diatur oleh pemerintahan yang berada di
wilayah tersebut. Negara juga merupakan suatu wilayah yang memiliki suatu
sistem atau aturan yang berlaku bagi semua individu di wilayah tersebut, dan
berdiri secara independen. Syarat primer sebuah negara adalah memiliki rakyat,
memiliki wilayah, dan memiliki pemerintahan yang berdaulat. Sedangkan syarat
sekundernya adalah mendapat pengakuan dari negara lain.
Unsur-unsur Terbentuknya
Negara
Unsur-unsur
negara adalah bagian yang penting untuk membentuk suatu negara, sehingga negara
memiliki pengertian yang utuh. Jika salah satu unsur tidak terpenuhi, maka
tidak sempurnalah negara itu. Negara dapat memiliki status yang kokoh jika
didukung oleh minimal tiga unsur utama, yaitu rakyat, wilayah, dan pemerintah
berdaulat. Selain itu, ada satu unsur tambahan, yaitu pengakuan dari negara
lain.
3. Pengertian Kekuasaan
Kekuasaan
adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna menjalankan
kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak
boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh (Miriam Budiardjo, 2002). Atau
Kekuasaan merupakan kemampuan memengaruhi pihak lain untuk berpikir dan
berperilaku sesuai dengan kehendak yang memengaruhi (Ramlan Surbakti, 1992).
Dalam
pembicaraan umum, kekuasaan dapat berarti kekuasaan golongan, kekuasaan raja,
kekuasaan pejabat negara. Sehingga tidak salah bila dikatakan kekuasaan adalah
kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada pemegang
kekuasaan tersebut. Robert Mac Iver mengatakan bahwa Kekuasaan adalah kemampuan
untuk mengendalikan tingkah laku orang lain baik secara langsung dengan jalan
memberi perintah/dengan tidak langsung dengan jalan menggunakan semua alat dan
cara yang
tersedia. Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan, ada yang memerintah dan ada yang
diperintah. Manusia berlaku sebagai subjek sekaligus objek dari kekuasaan.
Contohnya Presiden, ia membuat UU (subyek dari kekuasaan) tetapi juga harus
tunduk pada Undang-Undang (objek dari kekuasaan).
4. Pengertian Pengambilan Keputusan
Pengambilan
keputusan dapat dianggap sebagai suatu hasil atau keluaran dari proses mental
atau kognitif yang membawa pada pemilihan suatu jalur tindakan di antara
beberapa alternatif yang tersedia. Setiap proses pengambilan keputusan selalu menghasilkan
satu pilihan final. Keluarannya bisa berupa suatu tindakan (aksi) atau suatu
opini terhadap pilihan.
Istilah
decision making/pengambilan keputusan
menunjuk pada proses yang terjadi sampai keputusan itu tercapai.
Dengan
kata lain pengambilan keputusan:
1.
Merupakan proses dengan langkah-langkah tertentu
2.
Dilakukan sebagai upaya mengatasi/memecahkan masalah
3.
Adalah proses menentukan satu pilihan alternatif
4.
Hanya dilakukan satu kali saja
5.
Mengandung suatu risiko
Pengambilan
keputusan sebagai konsep pokok dari politik menyangkut keputusan-keputusan yang
diambil secara kolektif mengikat seluruh masyarakat.
5. Pengertian Kebijakan Umum
Kebijakan publik
Berdasarkan
berbagai definisi para ahli kebijakan publik, kebijakan publik adalah
kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sebagai pembuat kebijakan untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu di masyarakat di mana dalam penyusunannya
melalui berbagai tahapan.
Tahap-tahap
pembuatan kebijakan publik menurut William Dunn adalah sebagai berikut:
A. Penyusunan Agenda
Penyusunan
agenda adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas
kebijakan publik. Dalam proses inilah ada ruang untuk memaknai apa yang disebut
sebagai masalah publik dan agenda publik perlu diperhitungkan. Jika sebuah isu
telah menjadi masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik,
maka isu tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih
daripada isu lain. Dalam penyusunan agenda juga sangat penting untuk menentukan
suatu isu publik yang akan diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Isu
kebijakan (policy issues) sering disebut juga sebagai masalah kebijakan (policy
problem). Policy issues biasanya muncul karena telah terjadi silang pendapat di
antara para aktor mengenai arah tindakan yang telah atau akan ditempuh, atau
pertentangan pandangan mengenai karakter permasalahan tersebut.
B. Formulasi Kebijakan
Masalah
yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat
kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan
masalah yang terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai
alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu
masalah untuk masuk dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan
masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang
diambil untuk memecahkan masalah.
C. Adopsi/Legitimasi
Kebijakan
Tujuan
legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar pemerintahan.
Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan rakyat,
warga negara akan mengikuti arahan pemerintah.
D. Penilaian/Evaluasi
Kebijakan
Secara
umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut
estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan
dampak. Dalam hal ini, evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional.
Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja,
melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi
kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalah-masalah kebijakan,
program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan,
implementasi, maupun tahap dampak kebijakan.
6. Pengertian Distribusi Kekuasaan
Model–Model Distribusi
Kekuasaan
A. Model Elite Berkuasa
Model
ini mengemukakan bahwa dalam semua masyarakat akan selalu terdapat suatu
kelompok kecil yang berkuasa atas mayoritas warga. Membagi kategori warga dalam
konteks kekuasaan ke dalam dua kelompok besar. Pertama, kelompok atau kelas
yang memerintah (pemerintah), yang terdiri dari sedikit orang melaksanakan
fungsi politik, memonopoli kekuasaan, dan menikmatinya. Dan kedua, kelas yang
diperintah, yang berjumlah banyak, dan berkecenderungan dimobilisasi oleh
penguasa dengan cara-cara yang kurang lebih berdasar hukum dan juga paksaan.
B. Model Pluralis
Asumsi
yang terbangun dalam masyarakat yang relatif demokratis adalah setiap individu
menjadi satu anggota suatu kelompok atau lebih berdasar pada preferensinya atas
kepentingan-kepentingan yang melatar belakanginya. Dalam konteks ini kelompok
berfungsi sebagai wadah perjuangan kepentingan para anggota dan menjadi
perantara antara para anggotanya, sehingga yang dimaksud dengan model elite
yang berkuasa di sini ialah para kelompok yang saling bersaing dan
berdialektika sesama kelompok lain dalam mempengaruhi keputusan-keputusan yang
akan dibuat pemerintah demi terlaksananya keinginan dan kebutuhan kelompok.
C. Model Kekuasaan
Popular
Asumsi
yang mendasari model populis atau kerakyatan adalah demokrasi. Di mana pada
sistem politik demokrasi (liberal) yang dibangun adalah sikap individualisme.
Individualisme sendiri diasumsikan sebagai: (1) setiap warga negara yang telah
dewasa mempunyai hak memilih dalam pemilihan umum; (2) setiap warga negara yang
sudah dewasa yang mempunyai minat yang besar untuk aktif dalam proses politik;
serta (3) setiap warga negara yang dewasa mempunyai kemampuan untuk mengadakan
penilaian terhadap proses politik karena mereka memiliki informasi yang
memadai.
2.1.2 Pengertian strategi, pengertian politik dan strategi
nasional
Politik dan Strategi
Nasional
Politik
nasional diartikan sebagai kebijakan umum dan pengambilan kebijakan untuk
mencapai suatu cita-cita dan tujuan nasional. Dengan demikian definisi politik
nasional adalah asas, haluan, usaha serta kebijaksanaan Negara tentang
pembinaan (perencanaan, pengembangan, pemeliharaan dan pengendalian) serta
penggunaan kekuatan nasional untuk mencapai tujuan nasional. Strategi nasional
disusun untuk pelaksanaan politik nasional, misalnya strategi jangka pendek ,
menengah, dan jangka panjang. Jadi strategi adalah cara melaksanakan politik
nasional dalam mencapai sasaran dan tujuan yang ditetapkan oleh politik
nasional.
2.1.3 Dasar pemikiran penyusunan Polstranas
Penyusunan
politik dan strategi nasional perlu memahami pokok pokok pikiran yang
terkandung dalam sistem manajemen nasional yang berlandaskan ideologi
Pancasila, UUD 1945, wawasan Nusantara dan Ketahanan nasional.
Landasan
pemikiran dalam sistem manajemen nasional ini sangat penting sebagai kerangka
acuan dalam penyusunan politik dan strategi nasional, karena didalamnya
terkandung dasar Negara, cita-cita nasional, dan konsep strategis bangsa
Indonesia.
2.1.4 Penyusunan politik dan strategi nasional
Politik
dan strategi nasional yang telah berlangsung selama ini disusun berdasarkan
sistem kenegaraan menurut UUD 1945. sejak tahun 1985 telah berkembang pendapat
yang menyatakan bahwa jajaran pemerintah dan lembaga-lembaga yang tersebut
dalam UUD 1945 merupakan “ superstruktur politik”. Lembaga-lembaga tersebut
adalah majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan perwakilan rakyat(DPR),
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan MA. Sedangkan badan-badan yang ada dalam
masyarakat disebut sebagai “infrastruktur politik” yang mencakup pranata
politik yang ada dalam masyarakat seperti partai politik, organisasi kemasyarakatan,
media massa , kelompok kepentingan dan kelompok penekan, superstruktur dan
infrastruktur politik harus dapat bekerja sama dan memiliki kekuatan yang
seimbang.
Mekanisme
penyusunan politik dan strategi nasional ditingkat supra struktur politik
diatur oleh presiden. Dalam melaksanakan tugas ini, presiden dibantu oleh
berbagai lembaga tinggi negara lainnya serta dewan-dewan yang merupakan badan koordinasi seperti Dewan
stabilitas Ekonomi nasional , Dewan penerbangan dan antariksa nasional RI,
dewan maritim, dewan otonomi daerah dan dewan stabilitas politik dan keamanan.
Sedangkan
proses penyusunan politik dan strategi nasional ditingkat superstruktur politik
dilakukan setelah presiden menerima GBHN. Selanjutnya presiden menyusun program
kabinet dan memilih menteri-menteri yang kan melaksanakan program-program
tersebut. Program kabinet dapat dipandang sebagai dokumen resmi yang memuat
politik nasional yang digariskan oleh presiden. Strategi nasional dilaksanakan
oleh para menteri dan pimpinan lembaga pemerintah non departemen berdasarkan
petunjuk presiden. Yang dilaksanakan oleh presiden sesungguhnya merupakan
politik dan strategi nasional yang bersifat pelaksanaan. Di dalamnya sudah
tercantum program-program yang lebih konkret yang disebut sasaran nasional.
Proses
politik dan strategi nasional pada infrastruktur politik merupakan sasaran yang
akan dicapai oleh rakyat Indonesia. Sesuai dengan kebijakan politik nasional,
penyelenggara negara harus mengambil langkah-langkah pembinaan terhadap semua
lapisan masyarakat dengan mencantumkan sasaran sektoralnya.
Melalui
pranata-pranata politik, masyarakat ikut berpartisipasi dalam kehidupan politik
nasional. Dalam era reformasi saat saat ini masyarakat memiliki peran yang
sangat besar dalam mengontrol jalannya politik dan strategi nasional yang
ditetapkan oleh MPR maupun yang dilaksanakan oleh presiden. Pandangan
masyarakat terhadap kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, maupun bidang
Hankam akan selalu berkembang karena:
a. semakin tingginya kesadaran bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
b. Semakin terbuka akal dan pikiran untuk
memperjuangkan haknya.
c. Semakin meningkat kemampuan untuk
menentukan pilihan dalam pemenuhan kebutuhan hidup.
d. Semakin meningkat kemampuan untuk
mengatasi persoalan seiring dengan semakin tingginya tingkat pendidikan yang
ditunjang oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
e. Semakin kritis dan terbukanya
masyarakat terhadap ide baru.
2.1.5 Stratifikasi politik dan strategi nasional dan daerah
Stratifikasi
politik (kebijakan) nasional
dalam Negara Republik Indonesia sebagai berikut.
1. Tingkat Penentu Kebijakan Puncak
a. Tingkat kebijakan puncak meliputi
kebijakan tertinggi yang menyeluruh secara nasional dan mencakup : penentuan
Undang-Undang Dasar, penggarisan masalah makro politik bangsa dan negara untuk
merumuskan tujuan nasional (national goals) berdasarkan falsafah Pancasila dan
UUD 1945. Hasil-hasilnya berbentuk :
i. Undang-undang yang kekuasaan
pembuatnya terletak di tangan presiden dengan persetujuan DPR (UUD 1945, Pasal
5 ayat (1) atau Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (Perpu), dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa).
ii. Peraturan pemerintah untuk mengatur
pelaksanaan undang-undang yang wewenang penerbitannya berada di tangan presiden
(UUD 1945) pasal 5 ayat (2).
iii. Keputusan atau instruksi presiden yang berisi kebijakan-kebijakan
penyelenggaraan pemerintahan yang wewenang pengeluarannya berada di tangan
Presiden dalam rangka pelaksanaan kebijakan nasional dan perundang-undangan
yang berlaku (UUD 1945, pasal 4 ayat (1).
iv. Dalam keadaan tertentu dapat pula
dikeluarkan Maklumat Presiden.
b. Dalam hal dan keadaan yang menyangkut
kekuasaan kepala negara seperti tercantum pada pasal-pasal 10 sampai dengan 15
UUD 1945, tingkat penentuan kebijakan puncak ini juga mencakup kewenangan
presiden sebagai kepala negara. Bentuk hukum dari kebijakan nasional yang
ditentukan oleh Kepala Negara itu dapat berupa dekrit, peraturan atau piagam
kepala negara.
2. Tingkat Kebijakan Umum
Tingkat
Kebijakan Umum merupakan tingkat kebijakan di bawah tingkat kebijakan puncak
yang lingkupnya juga menyeluruh nasional dan berupa penggarisan mengenai
masalah-makro strategis guna mencapai tujuan nasional dalam situasi dan kondisi
tertentu . Kebijakan ini adalah penjabaran kebijakan puncak guna merumuskan
strategi administrasi, sistem dan prosedur dalam bidang utama tersebut. Wewenang
kebijakan umum berada di tangan menteri berdasarkan kebijakan pada tingkat di
atasnya. Hasilnya dirumuskan dalam bentuk Peraturan menteri, Keputusan Menteri
atau Instruksi Menteri dalam bidang pemerintahan yang dipertanggungjawabkan
kepadanya. Dalam keadaan tertentu menteri juga dapat mengenal Surat Edaran
Menteri.
3. Tingkat Penentu Kebijakan Khusus
Kebijakan
khusus merupakan penggarisan terhadap suatu bidang utama (major area)
pemerintahan. Wewenang pengeluaran kebijakan khusus ini terletak di tangan
pimpinan eselon pertama departemen pemerintahan dan pimpinan lembaga-lembaga
non departemen. Hasil penentuan kebijakan dirumuskan dalam bentuk Peraturan,
Keputusan atau Instruksi Pimpinan Lembaga Non Departemen atau Direktur Jenderal
atau pimpinan lembaga non departemen itu lazimnya merupakan pedoman
pelaksanaan. Di dalam tata laksana pemerintahan, sekjen sebagai pembantu utama
menteri bertugas mempersiapkan dan merumuskan kebijakan umum menteri dan
pimpinan rumah tangga departemen. Selain itu inspektur jenderal dalam
penyelenggaraan pengendalian departemen. Ia juga mempunyai wewenang untuk
membantu mempersiapkan kebijakan umum menteri.
4. Tingkat Penentuan Kebijakan Teknis
Kebijakan
teknis meliputi penggarisan dalam satu sektor dari bidang utama di atas dalam
bentuk prosedur serta teknik untuk mengimplementasikan rencana, program dan
kegiatan. Kebijakan teknis ini dilakukan oleh kepala daerah, provinsi dan
kabupaten/kota. Sementara itu terdapat dua macam kekuasaan dalam Pembuatan
Aturan di Daerah, antara lain :
i. Wewenang penentuan pelaksanaan
kebijakan pemerintah pusat di daerah terletak di tangan gubernur dalam
kedudukannya sebagai wakil pemerintah pusat di daerah yurisdiksinya
masing-masing. Bagi daerah provinsi, wewenang itu berada di tangan gubernur,
sedangkan bagi daerah kota/kabupaten berada di tangan bupati atau walikota.
Perumusan hasil kebijaksanaan tersebut dikeluarkan dalam keputusan dan
instruksi gubernur untuk wilayah provinsi dan keputusan dan instruksi bupati
atau walikota untuk wilayah bupati atau walikota.
ii. Kepala daerah berwenang mengeluarkan
kebijakan pemerintah daerah dengan persetujuan DPRD. Perumusan hasil kebijakan
tersebut diterbitkan sebagai kebijakan daerah dalam bentuk peraturan daerah
provinsi atau kota/kabupaten, keputusan dan instruksi kepala daerah provinsi
atau kota/kabupaten.
Menurut
kebijakan yang berlaku sekarang, jabatan gubernur dan bupati atau walikota dan
kepala daerah tingkat I atau II
disatukan dalam satu jabatan yang disebut Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I, Bupati/Kepala
Daerah Tingkat II atau Walikota/Kepala Daerah Tingkat II.
2.1.6 Politik pembangunan nasional dan manajemen nasional
Politik
merupakan cara untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan
politik bangsa Indonesia telah tercantum dalam pembukaan UUD 1945, yaitu
melindungi segenap seluruh bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial. Dengan demikian politik pembangunan harus berpedoman kepada
pembukaan UUD 1945.
Politik
pembangunan sebagai pedoman dalam pembangunan nasional memerlukan kepaduan tata
nilai, struktur, dan proses. Keterpaduan tersebut merupakan himpunan usaha
untuk mencapai efisiensi, daya guna, dan hasil guna sebesar mungkin dalam
penggunaan sumber dana dan daya nasional guna mewujudkan tujuan nasional.
Karena itu, kita memerlukan sistem manajemen nasional berfungsi memadukan
penyelenggaraan siklus kegiatan perumusan, pelaksanaan, dan pengendalian
pelaksanaan kebijaksanaan. Sistem manajemen nasional memadukan seluruh upaya
manajerial yang melibatkan pengambilan keputusan berkewenangan dalam rangka
penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara untuk mewujudkan ketertiban
nasional sosial, politik, dan administrasi.
2.1.7 Otonomi Daerah
Penyelenggaraan
negara secara garis besar diselenggarakan dengan dua sistem yakni sistem
sentralisasi dan sistem desentralisasi. Sistem sentralisasi jika urusan yang
bersangkutan dengan aspek kehidupan dikelola di tingkat pusat. Pada hakikatnya
sifat sentralistis itu merupakan konsekuensi dari sifat negara kesatuan.
Perdebatan
penyelenggaraan negara yang sentralistis yang dipertentangkan dengan
desentralisasi sudah sangat lama diperbincangkan, namun sampai sekarang isu-isu
tentang penyelenggaraan negara yang diinginkan terus berkembang sebagaimana
dikemukakan oleh Graham (1980:219) yang menyatakan “ The old over decentralized
versus centralized
development strategies may will be dead, but the issues are still
very much alive”.
Dalam
perkembangan selanjutnya nampaknya desentralisasi merupakan pilihan yang
dianggap terbaik untuk menyelenggarakan pemerintahan, meskipun implementasinya
di beberapa negara, terutama di negara ketiga masih banyak mendapat ganjalan
struktural, sehingga penyelenggaraan desentralisasi politik masih setengah hati
(Abdul Wahab, 1994).
Pengertian Otonomi Daerah
Sistem
desentralisasi adalah sistem dimana sebagian urusan pemerintahan diserahkan
kepada daerah untuk menjadi urusan rumah tangganya. Dengan demikian daerah
bertanggung jawab sepenuhnya pengelolaan baik dari aspek perencanaan, peralatan
dan pembiayaan maupun personil dan lain-lainnya.
Desentralisasi
dan otonomi didefinisikan dalam berbagai pengertian. Rondinelli (1981)
mendefinisikan desentralisasi sebagai” as a the transfer or delegation of legal and political
authority to plan, make decision and manage public functions from central
government and its agencies to field organization of those agencies,
subordinate unit of government, semi-autonomous public corporations, area wide
or regional development authorities, functional authorities, autonomous local
government, or non-government organization ( Suatu transfer
atau delegasi kewenangan legal dan politik untuk merencanakan , membuat keputusan
dan mengelola fungsi-fungsi publik dari pemerintah pusat dan agen-agennya
kepada petugas lapangan, korporasi-korporasi publik semi otonom, kewenangan pembangunan
wilayah atau regional, pemerintah lokal yang otonom atau organisasi non
pemerintah ).
PBB
pada tahun 1962 memberikan pengertian desentralisasi sebagai berikut; pertama,
dekonsentrasi yang juga disebut dekonsentrasi birokrasi dan administrasi. Kedua,
devolusi yang sering disebut desentralisasi demokrasi dan politik (Zauhar,
1994).
2.1.8 Masyarakat Madani (civil society)
Masyarakat
madani berasal dari bahasa Inggris, civil society. Kata civil society
sebenarnya berasal dari bahasa Latin yaitu civitas dei yang artinya “kota
Illahi” dan society yang berarti masyarakat. Dari kata civil akhirnya membentuk
kata civilization yang berarti peradaban (Gellner seperti yang dikutip Mahasin
1995). Oleh sebab itu, kata civil society dapat diartikan sebagai komunitas
masyarakat kota, yakni masyarakat yang telah berperadaban maju. Konsepsi
seperti ini, pada awalnya lebih merujuk pada dunia Islam yang ditunjukkan oleh
masyarakat kota Madina. Sebaliknya, lawan dari kata atau istilah masyarakat non
madani adalah kaum pengembara, badawah, yang masih membawa citranya yang kasar,
berwawasan pengetahuan yang sempit, masyarakat puritan, tradisional penuh mitos
dan takhayul, banyak memainkan kekuasaan dan kekuatan, sering dan suka
menindas, serta sifat-sifat negatif lainnya.
Gellner
(1995) menyatakan bahwa masyarakat madani akan terwujud ketika terjadi tatanan
masyarakat yang harmonis, yang bebas dari eksploitasi dan penindasan, pendek
kata, masyarakat madani ialah kondisi suatu komunitas yang jauh dari monopoli
kebenaran dan kekuasaan. Kebenaran dan kekuasaan adalah milik bersama. Setiap
anggota masyarakat madani tidak bias ditekan, ditakut-takuti, diganggu
kebebasannya, semakin dijauhkan dari demokrasi, dan sejenisnya. Oleh karena
itu, perjuangan menuju masyarakat madani pada hakikatnya merupakan proses
panjang dan produk sejarah yang abadi, dan perjuangan melawan kezaliman dan
dominasi para penguasa menjadi ciri utama masyarakat madani.
Istilah
madani menurut Munawir (1997) sebenarnya berasal dari bahasa Arab, madaniy.
Kata madaniy berakar dari kata kerja madana yang berarti mendiami, tinggal,
atau membangun. Kemudian berubah istilah menjadi madaniy yang artinya beradab,
orang kota, orang sipil, dan yang bersifat sipil atau perdata. Dengan demikian
istilah madaniy dalam bahasa Arab mempunyai banyak arti. Pendapat yang sama
dikemukakan oleh Hall (1998), yang menyatakan bahwa masyarakat madani identik
dengan civil society, artinya suatu ide, angan-angan, bayangan, cita-cita suatu
komunitas yang dapat terjewantahkan ke dalam kehidupan sosial. Dalam masyarakat
madani, pelaku sosial akan berpegang teguh pada peradaban dan kemanusiaan.
Masyarakat
madani merupakan masyarakat modern yang bercirikan kebebasan dan demokratisasi
dalam berinteraksi di masyarakat yang semakin plural dan heterogen. Dalam
keadaan seperti ini masyarakat diharapkan mampu mengorganisasikan dirinya, dan
tumbuh kesadaran diri dalam mewujudkan peradaban. Mereka akhirnya mampu
mengatasi dan berpartisipasi dalam kondisi global, kompleks, penuh persaingan
dan perbedaan. Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat
madani pada prinsipnya memiliki multimakna, yaitu masyarakat yang demokratis,
menjunjung tinggi etika dan moralitas, transparan, toleransi, berpotensi,
aspiratif, bermotivasi, berpartisipasi, konsisten, memiliki perbandingan, mampu
berkoordinasi, sederhana, sinkron, integral, mengakui emansipasi, dan hak
asasi, namun yang paling dominan adalah masyarakat yang demokratis.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Politik
pembangunan sebagai pedoman dalam pembangunan nasional memerlukan kepaduan tata
nilai, struktur, dan proses. Keterpaduan tersebut merupakan himpunan usaha
untuk mencapai efisiensi, daya guna, dan hasil guna sebesar mungkin dalam
penggunaan sumber dana dan daya nasional guna mewujudkan tujuan nasional.
Karena itu, kita memerlukan sistem manajemen nasional berfungsi memadukan
penyelenggaraan siklus kegiatan perumusan, pelaksanaan, dan pengendalian
pelaksanaan kebijaksanaan. Sistem manajemen nasional memadukan seluruh upaya
manajerial yang melibatkan pengambilan keputusan berkewenangan dalam rangka
penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara untuk mewujudkan ketertiban
nasional sosial, politik, dan administrasi.
DAFTAR PUSTAKA
Faradila, V. (2019, Mei 25). Pengertian Politik,
Negara, Kekuasaan, Pengambilan Keputusan, Kebijakan Umum dan Distribusi
Kekuasaan. Retrieved from catataneonni:
https://catataneonni.wordpress.com/2015/04/30/pengertian-politik-negara-kekuasaan-pengambilan-keputusan-kebijakan-umum-dan-distribusi-kekuasaan/
Hurri, I., & Munajat, A. (2016). PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN Panduan Untuk Mahasiswa, Pendidik dan Masyarakat Secara Umum.
Bekasi: Nurani.
Santoso, F. (2019, Juli 5). Politik
Strategi Nasional. Retrieved from ACADEMIA: https://www.academia.edu/32672791/Politik_Strategi_Nasional
Comments
Post a Comment